Aktivis Gugat Perubahan Status Cagar Alam di Garut

Meningkatnya kunjungan wisata alam di Garut, Jawa Barat, memunculkan celah besar bagi kerusakan alam?

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 31 Jan 2019, 07:31 WIB
Kawasan taman wisata alam Gunung Papandayan Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut Aktivis lingkungan di Garut, Jawa Barat, mempertanyakan perubahan status kawasan Cagar Alam Papandayan dan Kamojang menjadi Taman Wisata Alam (TWA). Mereka mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi institusi yang paling bertanggung jawab dengan perubahan status tersebut.

Ketua Gerakan Hejo Kabupaten Garut, Ratno Suratno, mengatakan pemerintah telah gagal menjaga dan mempertahankan kelestarian hutan dan sumber daya alam cagar alam, khususnya di Garut. Padahal, status dua cagar alam itu dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.

Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990, ada sembilan kegiatan yang dilarang dilakukan di kawasan cagar alam, yakni perburuan, aksesibilitas, bertani, memanfaatkan sumber air, mencari madu, mengumpulkan jamur, rekreasi, mencari kayu bakar, serta menggembala dan mencari makan ternak.

"Kegiatan terlarang yang terjadi di kawasan cagar alam secara masif menjadi bagian dari penyebab kerusakan yang tak bisa dihindari oleh pengelola," ujar Ratno.

Ratno mencatat dua perusahaan pemegang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) yang berada di kawasan cagar alam, yaitu Star Energy dan Pertamina Geothermal Energy, memberi andil besar terhadap kerusakan kawasan cagar alam Papandayan dan Kamojang.

"Meski persentase lahan yang digunakan untuk fasilitas geothermal terbilang kecil, ada dampak ikutan yang berdampak luas," kata Ratno.

Kedua perusahaan itu, ucap dia, dituding tidak mampu menjaga dan melakukan kontrol kelestarian alam, atas perubahan kawasan di luar kepentingan pengembangan panas bumi.

"Penegakan hukum ini penting untuk ke depannya menjaga hutan tetap lestari," kata dia.

Untuk itu, sebagai upaya pencegahan terjadinya kerusakan kawasan cagar alam lebih lanjut, lembaganya mendesak pemerintah untuk mengaji ulang perusabahan status kawasan itu.

Saat ini kawasan Cagar Alam Papandayan dan Kamojang, telah lama menjadi kawasan strategis perlindungan tiga tipe vegetasi, yaitu kawah, hutan campuran, dan padang rumput.

Selain itu, kawasan itu juga menjadi habitat dari elang jawa yang hampir punah, lutung, serta 16 jenis burung, juga menjadi kawasan hulu dari tiga sungai besar di Jawa Barat, yaitu Cimanuk, Citarum, dan Ciwulan. 

"Wajar jika ada penolakan, mereka yang menolak juga harus dihormati," ujar Ratno.

 


Perubahan Status Kewenangan Pusat

Kebun edelwis Gunung Papandayan tengah digunakan pengunjung (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Bupati Garut, Rudy Gunawan membenarkan ada perubahan beberapa wilayah cagar alam (CA) di Garut, menjadi taman wisata alam (TWA). “Termasuk Gunung Guntur, sekitar 150 hektare,” ujarnya.

Adanya perubahan status yang dilakukan BKSDA tersebut, lembaganya segera melakukan perencanaan Rancangan Tata Ruang Wilayah Nasiona, termasuk Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) .

Menurut Rudy, perubahan status kawasan CA menjadi TWA terjaid sejak 2006, jauh sebelum dirinya menjabat Bupati Garut. “Itu (perubahan status) merupakan kewenangan pemerintah pusat, bukan Kabupaten,” kata dia.

Saat dikonfirmasi mengenai adanya kekhawatiran ancaman bencana akibat perubahan status itu, Rudy menyatakan jika hal itu sudah dikaji pemerintah pusat. “Sudah ada dalam kajian BKSDA, semuanya aman, kalau terjadi gunung meletus semua juga tidak aman,” ujarnya.

Meskipun cagar alam sudah berubah menjadi taman wisata alam, lembaganya memastikan jika kawasan bekas cagar alam, tetap berfungsi sebagai daerah hijau. “Dari sekitar 2.000 hektar cagar alam, hanya 150 hektare di Gunung Guntur yang diajukan menjadi TWA. Kita perbaiki dengan regulasi,” kata dia.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya