Demonstrasi Tuntut Upah Layak Picu PHK 4.899 Buruh di Bangladesh

Puluhan ribu buruh konveksi berdemonstrasi di Bangladesh. Dari kejadian itu, satu orang tewas dan ribuan lainnya diberhentikan sepihak.

oleh Siti Khotimah diperbarui 30 Jan 2019, 14:00 WIB
Pekerja garmen berdemonstrasi di Bangladesh (AFP Photo)

Liputan6.com, Dhaka - Satu buruh tewas dan 4.889 lainnya diberhentikan sepihak oleh perusahaan, pasca terlibat demonstrasi di Ashulia, Bangladesh, baru-baru ini. Buruh untuk merek pakaian ternama dunia itu mengikuti mogok kerja menuntut upah yang layak, sebagaimana dilaporkan oleh polisi pada Selasa 29 Januari 2019.

Dilaporkan oleh kepolisian setempat bahwa 10.000 buruh memblokir jalan raya selama berjam-jam, setelah 50.000 pekerja keluar dari pabrik menuntut upah yang layak.

Pihak pabrik justru merespons dengan menyewa orang-orang berotot besar untuk menghentikan pekerja yang bergabung dengan massa aksi, dikutip dari The Straits Times pada Rabu (30/1/2019).

"Kami tidak akan meninggalkan jalanan hingga permintaan kami dipenuhi," kata Asma Khatun, salah seorang demonstran.

Mogok kerja besar-besaran berakhir dengan kekerasan, dengan polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.

"Kami menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka dari jalan raya," kata otoritas polisi Bangladesh, Sana Shaminur Rahman.

Akibat bentrokan, satu buruh konveksi tewas serta 50 buruh lainnya luka-luka.

"Sejauh ini pabrik telah memecat 4.899 buruh," kata seorang perwira kepolisian.

Serikat pekerja Bangladesh mengatakan jumlah PHK sebenarnya jauh lebih tinggi, yakni mendekati 7.000 buruh pabrik.

Selain itu, banyak buruh menjadi ketakutan untuk kembali bekerja di perusahaan, demikian dijelaskan oleh Salauddin Shapon, Sekretaris Jenderal Dewan Industri Bangladesh.

Saksikan video berikut:


Tantangan bagi Industri dan Pemerintah

Ilustrasi demonstrasi buruh konveksi di Bangladesh (AFP Photo)

Bangladesh adalah produsen pakaian jadi terbesar setelah China. Buruh yang mendapatkan upah US$ 95 (sekira Rp 1.341.210) perbulan itu, bekerja untuk perusahaan pakaian ternama di dunia. Mereka memproduksi pakaian untuk H&M, Walmart, Tesco, Carrefour, dan Aldi.

Akibat demonstrasi yang berlangsung selama berhari-hari, produktivitas industri menurun senilai US$30 miliar (sekira Rp 423,34 triliun).

Protes besar-besaran ini adalah salah satu tantangan bagi Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang memenangkan pemilu untuk keempat kalinya pada 30 Desember lalu.

Sebetulnya, pemerintah juga telah mengambil tindakan startegis, terkait kesejahteraan pekerja. Bangladesh menaikkan upah minimum untuk 4 juta buruh konveksi pada Desember tahun lalu, menjadi US$ 129 (sekira Rp 1.820.300).

Meskipun demikian, para pekerja senior menyatakan bahwa kebijakan itu tidak mengubah gaji mereka. Selain itu, kenaikan gaji masih tidak bisa mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok dalam beberapa waktu terakhir.

Saat ini, pemerintah telah membentuk sebuah komite nasional untuk meninjau kembali upah yang diberlakukan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya