Liputan6.com, London - Perdana Menteri Inggris, Theresa May diperkirakan akan melanjutkan pembicaraan dengan para pemimpin Uni Eropa dalam beberapa hari mendatang setelah anggota parlemen mendukung proposalnya untuk bernegosiasi dengan UE perihal kesepakatan Brexit-nya.
Negosiasi itu sendiri merupakan bagian dari upaya May untuk menyusun Brexit 'rencana B' --sebuah revisi atas rancangan awal May alias 'rencana A' setelah sebelumnya ditolak oleh parlemen Inggris lewat pemungutan suara dua pekan lalu.
Lewat voting terbaru pada 29 Januari 2019, parlemen Inggris juga sepakat untuk mengganti regulasi perbatasan dan perlintasan di Irlandia (yang memisahkan Republik Irlandia anggota Uni Eropa; dengan Irlandia Utara anggota persemakmuran Inggris) atau populer dikenal dengan istilah "The Irish Backstop".
Baca Juga
Advertisement
Regulasi itu berupa polis asuransi yang dirancang untuk menghindari ketatnya perbatasan di Irlandia jika skenario "No Deal Brexit" terjadi. Skenario itu adalah kondisi ketika Inggris akan keluar dari Uni Eropa tanpa 'membungkus' kesepakatan bilateral dengan negara-negara anggota organisasi itu --meninggalkan London untuk kembali membangun berbagai kerja sama dari 'nol' atau meneken kesepakatan baru di luar skema Uni Eropa.
Namun, Uni Eropa mengatakan tidak akan mengubah teks hukum yang telah disepakati sebelumnya dengan PM Inggris, termasuk perihal "The Irish Backstop", seperti yang termaktub dalam Brexit 'rencana A'.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan: "The Backstop adalah bagian dari perjanjian penarikan (Brexit) awal, dan perjanjian tidak terbuka untuk negosiasi ulang," demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (30/1/2019).
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengatakan perjanjian itu "tidak dapat dinegosiasikan ulang", sementara Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney mengatakan pengaturan The Backstop tetap "perlu" meskipun ada pemungutan suara.
Tusk menambahkan bahwa UE, bagaimanapun, akan bersedia untuk melihat deklarasi politik Inggris lagi, mencakup bagian dari kesepakatan yang membuat janji tentang hubungan masa depan antara Inggris dan UE, dan bahwa UE akan "berdiri siap" untuk mempertimbangkan "permintaan beralasan" untuk menunda Brexit --yang sebelumnya ditentukan akan dilaksanakan pada 29 Maret.
Amandemen yang menolak No Deal Brexit juga memenangkan dukungan Parlemen, tetapi pemungutan suara itu bersifat tidak mengikat. Oleh karenanya, besar kemungkinan bahwa Brexit akan tetap terlaksana pada 29 Maret.
Simak video pilihan berikut:
Brexit Tak Halangi Miliarder AS Beli Rumah Termahal di London
Di lain kabar, miliarder Amerika Serikat Ken Griffin membeli rumah termahal yang pernah dijual di London, ketika Brexit semakin mendekat.
Dilansir pada laman Forbes, pendiri 'Hedge Fund Citadel' ini membayar USD 122 juta atau setara Rp 1,7 triliun (Kurs USD 1 = Rp 14.182) untuk tiga rumah di Carlton Gardens yang berdekatan dengan Istana Buckingham. Angka ini menjadi jumlah terbesar yang dibayarkan secara publik untuk sebuah properti di London saat ini.
Meskipun angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan pembelian sebelumnya atau satu dekade lalu, Lakshmi Mittal membeli rumahnya di Kensington Palace Gardens seharga USD 150 juta atau setara Rp 2,1 triliun. Pembelian ini telah dikonfirmasi oleh pihak Citadel, Julie Andreff Jensen.
Mengapa rumah tersebut bisa sangat mahal? Hal ini karena penghuni yang berada Georgian 3 Calton Terrace merupakan orang-orang terkenal seperti Charles de Gaulle, pemimpin kelompok pejuang Prancis Merdeka dalam Perang Dunia II.
Tidak hanya itu saja, tiga perdana menteri Inggris seperti Earl Grey, Viscount Palmerston dan William Gladstone juga memiliki properti didaerah tersebut.
Rumah ini awalnya dirancang John Nash, tapi kemudian direnovasi ulang oleh Buckingham Palace, dan baru-baru ini diperbarui oleh pengembang Mike Spink. Baca selengkapnya...
Advertisement