Upaya Kementerian PUPR Kurangi Risiko Banjir di Indonesia

Penyelesaian banjir harus diikuti dengan pendekatan non fisik, antara lain sinergi antar Kementerian/Lembaga dan komunitas peduli sungai.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 31 Jan 2019, 11:30 WIB
Banjir dan tanah longsor menerjang sebagian besar wilayah di Sulawesi Utara, sejak 25 hingga 27 Januari 2017. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan upaya fisik dan non fisik untuk mengurangi risiko bencana banjir di Indonesia. Pembangunan infrastruktur fisik seperti bendungan, bendung, embung, normalisasi sungai, banjir kanal, dan lainnya tak akan segera menyelesaikan masalah banjir, sehingga harus diikuti dengan pendekatan non fisik.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi menekankan, penyelesaian banjir harus diikuti dengan pendekatan non fisik, antara lain sinergi antar Kementerian/Lembaga dan komunitas peduli sungai, penghijauan kawasan hulu sungai, serta edukasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai.

"Banjir tidak bisa dihilangkan sama sekali. Infrastruktur yang dibangun seperti bendungan dibangun untuk mengurangi banjir misalnya periode ulangan 50 tahun. Apabila hujan yang turun lebih besar dari itu tentu akan mengakibatkan banjir," ungkap Hari, Kamis (31/1/2019).

Sebagai catatan, dalam periode 2015-2018, Kementerian PUPR melalui Ditjen SDA telah membangun fasilitas pengendali banjir seperti pembangunan tanggul sungai dan kanal banjir yang tersebar di seluruh Indonesia sepanjang 869 km dengan total biaya Rp 15,928 triliun.

Pada 2019, pembangunan akan dilanjutkan sepanjang 131 km dengan anggaran sebesar Rp 3,894 triliun. Diantaranya adalah pembangunan sistem pompa Sungai Bendung di Palembang dan Sentiong di Jakarta.

Namun, Hari Suprayogi mencermati adanya tantangan dalam pembangunan pengendali banjir, yakni masalah sosial terkait pengadaan tanah. Sebagai contoh, ia menyebut program normalisasi Sungai Ciliwung yang kini masih menunggu keputusan pembebasan lahan.

"Salah satunya program normalisasi Sungai Ciliwung berupa pembangunan tanggul sungai sepanjang 33 km masih menunggu pembebasan lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dari 33 Km, telah diselesaikan 17 km atau setengahnya," jelas dia.

 


Pengendalian Banjir Jakarta

Banjir di Bundaran Indosat, Jakarta. (twitter.com/@SoundRhythm)

Untuk pengendalian banjir di Jakarta, Kementerian PUPR tengah membangun dua bendungan kering yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi. Kedua bendungan akan berkontribusi mengurangi debit puncak banjir Sungai Ciliwung yang masuk Jakarta. Kedua bendungan ditargetkan rampung pada 2020.

"Progres Bendungan Ciawi dan Sukamahi yakni proses pembayaran lahan terus dilakukan. Berita bagus kalau tanah sudah bisa dibayar karena progres fisik akan lebih cepat. Awal februari juga akan dilakukan proses pembayaran lahan di Ciawi dan Sukamahi," kata Hari.

Adapun progres fisik Bendungan Ciawi saat ini 9,24 persen dan Sukamahi sebesar 13,76 persen, dengan progres pembebasan lahan masing-masing sebesar 49,70 persen dan 36,52 persen.

Lebih lanjut, Hari menyoroti perlunya pemahaman dan peran masyarakat untuk menjaga kawasan hulu, seperti perbaikan cara bertanam di lereng bukit melalui penggunaan terasering. "Pertanian tanaman cabut seperti bawang, kentang, dan wortel di lereng bukit tanpa menggunakan terasering mengakibatkan tingginya sedimentasi di sungai serta rawan longsor," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya