Liputan6.com, Jakarta - Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) mengelar diskusi interaktif dengan tema, 'Bedah Kasus dan Eksaminasi Putusan Perkara Irman Gusman'.
Ada lima pembicara utama yang dihadirkan yakni, Anggota DPD RI John Pieris, Maruarar Siahaan, Petrus Panjaitan, Feri Amsari, dan Pitan Daslani, wartawan yang juga editor buku 'Menyibak Kebenaran, Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman'.
Advertisement
Dalam pemaparannya, John Pieris mengusulkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diganti namanya menjadi Komisi Pencagahan dan Pemberantasan Korupsi (KPPK).
Alasannya, agar aspek pencegahan bisa diprioritaskan dalam penegakan hukum demi memberantas korupsi secara benar dan adil. "Seharusnya aspek pencegahan diberi porsi 80 persen dalam upaya penegakan hukum melawan korupsi sementara aspek penindakan menempati porsi 20 persen," kata Guru Besar Hukum Tata Negara UKI itu.
Dalam kasus Irman Gusman, John Pieris berpendapat, tidak ada kerugian negara yang terjadi. Sebab, uang yang terlibat dalam perkara ini yang ditafsirkan sebagai suap kepada Irman Gusman itu berasal dari perusahaan swasta.
"Sebagai Senator Sumatera Barat ketika itu, memang sudah seharusnya Irman memperhatikan aspirasi masyarakat tentang tingginya harga gula di provinsi tersebut yang solusinya diberikan oleh Irman Gusman dengan cara menghubungkan seorang saudagar gula dengan kepala Bulog untuk menyalurkan gula ke provinsi itu," kata dia dalam rilis yang diterima Kamis (31/1/2019).
DPD, dia menambahkan, tidak mempunyai kewenangan mengurus impor dan distribusi gula. Jadi, kata John Pieris, dakwaan primer yaitu Pasal 12 huruf b UU Tipikor tidak tepat dikenakan pada mantan Ketua DPD itu.
Sementara, mantan Rektor UKI, Maruarar Siahaan berpendapat, meskipun Irman bisa dikenakan Pasal 11 UU Tipikor, seharusnya ia diberi waktu 30 hari untuk mengembalikan gratifikasi itu.
"Hal ini tidak terjadi karena pada malam Irman ditangkap, barang bukti itu langsung dibawa ke KPK," kata mantan hakim konstitusi itu. Ia menambahkan, tak ada yang salah dari tindakan Irman memperkenalkan kenalannya kepada Kepala Bulog untuk menyalurkan gula ke Sumatera Barat."
Maruarar Siahaan juga menyoroti konstruksi dakwaan jaksa terhadap Irman Gusman tentang perdagangan pengaruh (trading in influence) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Dijelaskannya, meskipun UNCAC sudah diratifikasi dengan UU No.7/2006, belum bisa dijadikan landasan untuk memidana seseorang karena UU itu belum dijabarkan ke dalam pasal-pasal sanksi terhadap orang yang memperdagangkan pengaruh.
"Kalau belum ada pasal sanksinya, bagaimana bisa menghukum orang dengan konstruksi dakwaan demikian," kata dia.
Sementara, Pitan Daslani, membeberkan apa yang ia sebut sebagai kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan perkara Irman Gusman, sejak ditangkap petugas KPK hingga dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan, ditambah lagi dengan hukuman politik berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun terhitung sejak ia selesai menjalani pidana pokoknya.
Termasuk upaya hukum pra-peradilan yang diajukan pihak Irman tetapi digugurkan, hingga pasal-pasal yang didakwakan kepadanya dan dinyatakan terbukti di pengadilan, namun dipersoalkan oleh sejumlah guru besar hukum.
Berdasarkan data-data sekunder serta bahan hukum yang bersifat primer maupun sekunder berupa putusan pengadilan dan pendapat para ahli, penegak hukum, serta pengamat hukum, FH UKI menyimpulkan bahwa telah terjadi kesalahan fatal yang dalam terminologi hukum acara mencakup kekeliruan dan kekhilafan yang nyata dari majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Misalnya, fakta persidangan menyatakan bahwa Irman tidak pernah mengetahui bahwa sepasang suami istri yang bertamu ke rumahnya itu akan membawa dan memberikan uang Rp 100 juta kepadanya. Menurut FH UKI, jika dikaitkan dengan tindak pidana gratifikasi, penyidik KPK harus menunggu waktu 30 hari apakah Irman akan mengembalikan uang tersebut atau tidak.
Tanggapan KPK
Saat dimintai tanggapannya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut, kasus Irman Gusman telah diputus secara hukum.
"Apa yang dilakukan Irman Gusman dianggap bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara," kata dia.