3 Reaksi Atas Langkah OSO Laporkan KPU ke Polda Metro

Gugatan Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi polemik. Langkah itu menimbulkan reaksi.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Feb 2019, 07:45 WIB
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau OSO. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Gugatan Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi polemik. OSO bersikeras maju sebagai Caleg DPD meskipun hal itu mendapat larangan dari KPU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam putusan tersebut, MK melarang pengurus partai politik maju sebagai calon anggota DPD RI. Kendati demikian, OSO berdalih seharusnya KPU patuh terhadap amanat konstitusi terkait putusan PTUN.

"Saya enggak akan mundur kalau KPU enggak menjalani konstitusi, putusan PTUN tersebut," kata OSO di Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Menurut OSO, putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 terkait pelarangan pengurus parpol merangkap jabatan baru berlaku pada 2024. Sehingga pada Pemilu tahun ini, dia bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Namun, KPU tetap teguh pada pendiriannya. Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan menegaskan, pihaknya akan menunggu OSO memberikan surat pengunduran diri sebagai ketua umum Partai Hanura. Pihaknya akan tetap berpegang pada putusan MK.

"Sikap KPU jelas. Kalau Pak OSO memberikan surat pengunduran diri besok (Selasa) berarti Pak OSO kita masukan ke DCT. Tetapi kalau tidak memberikan ya tidak dimasukan. Kan batasnya sampai pukul 00.00 WIB," kata Wahyu di KPU, Jakarta Pusat, Senin 21 Januari 2019 malam.

Kemudian OSO melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya terkait sikap tersebut. Polda pun bereaksi dengan memanggil Ketua KPU Arief Budiman. Di hari yang berbeda, dua komisioner KPU juga turut mengalami pemanggilan yang berujung penundaan lantaran Polda memiliki agenda lain.

Langkah OSO melaporkan KPU pun mendapatkan reaksi dari masayarakat. Berikut reaksi yang dihimpun Liputan6.com:

 


1. Kriminalisasi KPU

Kelompok lintas organisasi pemerhati Pemilu usai memberi pernyataan, Jakarta, Rabu (30/1). Pernyataan terkait dilaporkannya Komisioner KPU ke Polda Metro Jaya perihal tidak memasukkan nama Ketum Partai Hanura ke DCT DPD. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Berdasarkan pemanggilan tersebut, 'Koalisi Masyarakat Demokrasi' yang terdiri dari 14 kelompok menduga, pelaporan yang dilakukan OSO merupakan kriminalisasi terhadap anggota KPU. Mereka menilai, tindakan OSO bisa membajak penyelenggaraan pemilu.

"Upaya itu (kriminalisasi KPU) merupakan tindakan yang mencoba membajak proses penyelenggaraan pemilu. Bagaimana mungkin penyelenggara yang menaati putusan MK dapat dipidanakan. Kepolisian harusnya responsif terhadap kondisi penyelenggaraan pemilu dan tidak mengutamakan laporan-laporan yang berpotensi membajak penyelenggaraan pemilu," ujar 14 kelompok tersebut dalam pernyataan tertulis, Rabu (30/1/2019).

Lebih jauh, mereka mengutuk segala upaya penghalangan langkah KPU untuk manaati UUD 1945 tentang pemilu. Salah satunya dengan cara menjalankan putusan MK soal pelarangan rangkap jabatan oleh pengurus partai.

Upaya tersebut dijabarkan antara lain delegitimasi proses penyelenggaraan pemilu, pemanggilan anggota KPU dalam sejumlah kasus pelaporan pidana yang dinlai pemaksaan kehendak, serta sikap individu yang tidak menghormati putusan KPU.

"Demi penyelenggaraan pemilu yang lebih baik, stop kriminalisasi anggota KPU," mereka menegaskan.

 


2. Aturan yang Bertentangan

Pengamat Politik, Ray Rangkuti memberikan pandangan saat menjadi pembicara dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (18/11). Diskusi itu membahas mengenai membangun pertahanan modern, profesionalisme milter dan rotasi panglima TNI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, polemik laporan OSO merupakan hasil dari tidak sinkronnya aturan yang ada. Menurutnya, ini hanya persoalan regulasi yang saling bertentangan.

"Ini sebetulnya bukan KPU-nya, tapi ini efek dari aturan yang bertolak belakang satu sama lain," kata Ray di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 30 Januari.

Dia menuturkan, KPU mau tidak mau harus menanggung persoalan yang ada terkait laporan OSO. Kendati, sudah menjalankan tugas sesuai dasar hukum tertinggi di Indonesia, konstitusi.

"Tiga institusi pembuat aturan ini akhirnya KPU yang harus menanggung. Jelas ini akan berdampak pada pelaksanaan teknis," ujar Ray.

 


3. Ganggu Pekerjaan KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Salah satu komisioner KPU yang dipanggil penyidik Polda Metro Jaya, Ilham Saputra mengakui laporan OSO membuat pekerjaannya terganggu. Saat ini, KPU tengah fokus mengurus persiapan Pemilihan Umum 2019 April mendatang.

Kendati demikian, dia mengaku harus mematuhi regulasi yang diberlakukan. Maka dari itu, dia akan tetap memenuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait laporan OSO.

"Iya, ganggu pekerjaan kita. Tapi sebagai warga negara kita harus taat," kata Ilham di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (31/1/2019).

Pemanggilan yang rencananya dilakukan Rabu, 30 Januari 2019 akhirnya batal digelar. Alasannya lantaran Polda Metro Jaya memiliki agenda lain yang harus dijalankan.

 

 

Reporter: Rifqi Aufal Sutisna

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya