MA Sebut Jaksa Bisa Langsung Mengeksekusi Buni Yani

Andi pun heran dengan pernyataan Buni Yani yang menyebut keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tidak jelas.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 01 Feb 2019, 13:03 WIB
Buni Yani sebelum menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/12). Sebelumnya pada Senin 5 Desember 2016, Buni Yani dan pengacaranya melayangkan permohonan praperadilan. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengatakan pihak Kejaksaan bisa langsung mengeksekusi Buni Yani. Meski tidak adanya perintah ditahan dalam putusan kasasinya.

"Jadi begini, putusan kasasi itu adalah upaya hukum biasa yang terakhir. Jadi ketika disampaikan ke pihak-pihak, dalam hal ini penuntut umum dan terdakwa, sudah mengandung unsur eksekutorial, karena tidak ada lagi upaya hukum, kecuali upaya luar biasa," ucap juru bicara MA Andi Samsan Nganro, di kantornya, Jakarta, Jumat (1/2/2019).

"Inkrahnya suatu putusan adalah sampai kasasi. Dengan diberitahukan kepada pihak-pihak itu, berarti sudah mengandung nilai eksekutorial, artinya sudah bisa dilaksanakan eksekutor. Dalam hal ini jaksa," sambung Andi.

Andi pun heran dengan pernyataan Buni Yani yang menyebut keputusan kasasi Mahkamah Agung tidak jelas.

"Apanya yang tidak jelas, itu urusan dia. Tapi kita sudah menyatukan putusan, kemudian dikirim ke pengadilan pengaju, meneruskan ke pihak-pihak. Selesai sudah tugas," jelas Andi.

Buni Yani akan dieksekusi Kejaksaan Negeri Depok, hari ini. Dia sempat menolak dieksekusi. Buni Yani menilai keputusan tingkat kasasi tidak jelas. Sebab hanya ada dua poin dalam putusan, yaitu menolak kasasi jaksa dan kuasa hukum, dan membebankan biaya perkara Rp 2.500 kepada terdakwa. Sementara menurutnya yang bisa dijalankan hanya membayar biaya perkara.

Sementara, tidak ada putusan berbunyi menguatkan putusan di tingkat Pengadilan Tinggi dan tidak ada putusan untuk melakukan eksekusi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Divonis 18 Bulan Penjara

Buni Yani divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung. Pengadilan menyatakan Buni Yani melanggar pasal 32 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pasal itu mengatur soal orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, dan menyembunyikan suatu inforamsi elektronik.

Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.

Atas vonis tersebut Buni Yani kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Namun PT Jawa Barat menguatkan vonis Buni Yani di PN Bandung. Dia kemudian mengajukan kasasi ke MA, namun ditolak.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya