Cerita Warga Cirebon Mengolah Katak Jadi Sumber Rezeki

Pengolahan katak menjadi konsumsi makanan baik lokal maupun internasional di Cirebon sudah turun-temurun dan menjadi mata pencaharian utama.

oleh Panji Prayitno diperbarui 02 Feb 2019, 10:00 WIB
Sebagian warga Desa Kertasura Kabupaten Cirebon menjadikan Katak sebagai sumber rejeki utama. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Ketelitian menjadi kunci Arma, warga Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon mengumpulkan dan memisahkan katak dalam berbagai ukuran dari dalam karung.

Arma merupakan salah seorang warga yang sehari-harinya mengolah katak untuk dijadikan konsumsi makanan baik lokal maupun mancanegara.

"Dua jenis katak yang saya tangkap dan olah yaitu katak sawah dan katak gunung. Usaha ini turun-temurun," kata Arma, Jumat, 1 Februari 2019.

Dia menjelaskan, dua jenis katak tersebut dianggap memiliki kualitas daging terbaik saat disantap. Setelah dipisahkan, para pengolah katak kemudian mulai melakukan pengolahan.

Proses pengolahan mulai dari pemotongan bagian kaki dan kepala, menguliti katak. Hingga pemisahan kepala dengan daging yang akan dijual.

"Setelah diolah daging katak direndam sebelum dikemas agar daging ketika dimasak itu empuk," kata dia.

Arma mengaku sudah terbiasa berhadapan dengan ribuan katak untuk diolah menjadi makanan. Bahkan, katak menjadi penghasilan utama keluarganya sejak puluhan tahun lalu.

Dia menyebutkan, hasil olahan katak kemudian dijual ke pengepul besar maupun pemilik restoran swieke. Di pengepul besar, katak dijual Rp 24 ribu per kg, sementara di restoran swieke Rp 60 ribu per kg.

"Kalau sedang ramai kami biasanya dapat 3 sampai 5 kuintal katak hasil tangkapan orang, kalau lagi sepi paling maksimal 1 kuintal saja," kata dia.


Bisnis Turun-temurun

Sebagian warga Desa Kertasura Kabupaten Cirebon menjadikan Katak sebagai sumber rejeki utama. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Proses pencarian katak tidak dilakukan sendiri, Arma membayar pekerja lepas Rp 100 ribu per 1 kuintal. Dari hasil tangkapan tersebut, Arma kemudian memilah katak dengan berbagai ukuran untuk diolah dan dijual.

"Bisa sampai Rp 40 ribu tergantung dagingnya, makanya kadang saya kasih daging campuran," kata dia.

Sementara itu, kata dia, kulit katak dijual kembali untuk pakan ikan lele. Satu ember kulit katak dijual Rp 20 ribu.

Di luar negeri, katak banyak dijual ke Thailand, Singapura, Brazil, Amerika, Kanada, hingga Jerman dan Inggris. Dia mengatakan, sebagian besar warga Desa Kertasura sudah terbiasa dengan katak.

"Turun-temurun dan sudah menjadi mata pencaharian utama kami jadi ya sudah biasa," kata dia.

Arma menyebutkan, pengolahan katak di Desa Kertasura saat ini sudah lebih dari 10 orang. Tak hanya itu, di Desa Kertasura juga terdapat warga yang menggantungan hidupnya dari olahan kulit ular hingga cicak.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya