Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan ada 40 caleg tingkat DPRD Provinsi, Kota/Kabupaten dan 9 calon legislatif DPD yang merupakan mantan koruptor. Dari 40 caleg mantan koruptor itu disumbang 12 partai politik dan hanya PKB, PPP, Nasdem, PSI yang tak mencalonkan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai pencalonan mantan koruptor bukti integritas terhadap pemberantasan korupsi hanya di mulut. Dia menyarankan agar partai politik (parpol) membuktikan integritas antikorupsi.
Advertisement
Emerson menyebut partai bisa menarik dukungan secara politik kepada caleg yang kadung terdaftar dalam daftar calon tetap (DCT). Kendati sudah tak bisa ditarik, menurutnya partai bisa mendeklarasikan tidak mendukung calon legislatif itu.
"Paling tidak dideklarasikan orang ini dicabut, dicopot sebagai caleg pencalonannya," ujar Emerson dalam diskusi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2/2019).
Dia menyayangkan masih ada partai meloloskan para mantan koruptor. Padahal, kendati peraturan KPU melarang caleg mantan koruptor telah dibatalkan, partai sudah menandatangani pakta integritas bersama Badan Pengawas Pemilu. Pakta integritas tersebut langsung ditandatangani ketua umum partai.
"Pakta integritas dilanggar oleh mereka sendiri," imbuhnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dipublikasikan di TPS
Sementara itu, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, menyebut masalah ini berasal dari DPR. Di mana undang-undang pemilu dibuat di Senayan. Dia menduga ada kepentingan partai di baliknya.
Karenanya pembatalan PKPU oleh Mahkamah Agung tak serta merta menjadi pangkal masalah. Karena MA memilki ruang sempit untuk memutuskan berdasarkan UU yang ada.
Bivitri menilai, cara yang tersisa untuk caleg eks koruptor ini dengan mempublikasikan ke publik, seperti di tempat pemungutan suara (TPS). Agar masyarakat tahu dan tidak memilih caleg tersebut.
"Jalan keluarnya publikasikan supaya enggak pilih mantan koruptor," ia memungkasi.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Advertisement