KBRI Manila: Belum Ada Bukti WNI Jadi Pelaku Teror Bom Gereja Filipina

Menurut sumber KBRI Manila pada 2 Februari 2019 siang waktu lokal, belum ditemukan keterlibatan WNI dalam teror bom gereja di Jolo Filipina.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 02 Feb 2019, 13:49 WIB
Tentara Filipina berjaga di dalam gereja pasca ledakan bom di Gereja Katolik Jolo, Filipina Selatan, Minggu (27/1). Dua bom meledak, Sedikitnya 27 orang tewas dan 57 orang lainnya mengalami luka. (Angkatan Bersenjata Filipina/HO/AFP)

Liputan6.com, Manila - Sumber diplomatik RI di Filipina, siang ini, menyampaikan perkembangan terbaru perihal kabar dugaan dua warga negara Indonesia menjadi pelaku teror bom ganda gereja di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina selatan pada 27 Januari 2019.

Menurut sumber itu, hingga siang hari 2 Februari 2019 waktu lokal, belum ditemukan keterlibatan WNI dalam pengeboman Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo yang menewaskan setidaknya 22 orang dan menyebabkan lebih dari 100 lainnya terluka.

"Informasi dari sumber kami di Davao siang ini (waktu lokal) berdasarkan olah tempat kejadian perkara, belum ditemukan keterlibatan WNI," kata Fungsi Penerangan Humas dan Media KBRI Manila, Agus Buana kepada Liputan6.com melalui pesan singkat, Sabtu (2/2/2019) pukul 13.18 WIB.

"Intinya belum terindikasi bahwa itu WNI dan pernyataan Mendagri (menteri dalam negeri) Filipina hanya berdasarkan saksi mata di lokasi," lanjutnya.

Kabar mengenai dua WNI menjadi pelaku pengeboman gereja di Jolo memang pertama kali mencuat lewat pernyataan Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano pada Jumat 1 Februari 2019.

Menurut Menteri Ano, informasi tersebut didapat dari keterangan saksi dan sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya.

"Mereka orang Indonesia," kata Ano kepada CNN Philippines, seperti dikutip dari Euronews, Jumat (1/2/2019). "Saya yakin mereka orang Indonesia."

Ano menambahkan, pasangan tersebut menerima bantuan dari Abu Sayyaf, sebuah organisasi militan terafiliasi ISIS di Filipina Selatan yang terkenal karena aksi penculikan dan aksi ekstremis lainnya.

Mendagri Filipina menambahkan, mereka yang merencanakan serangan itu berada di bawah instruksi ISIS.

Ano mengatakan dua pelaku utama teridentifikasi sebagai "Abu Huda" dan "Istri Abu Huda (yang tidak disebutkan namanya)", yang telah tinggal di Provinsi Sulu sejak lama.

Ia menambahkan bahwa kedua pelaku dibantu oleh seorang lagi yang teridentifikasi sebagai "Alias Kamah", yang diduga anggota ekstremis lokal Ajang Ajang, sempalan Abu Sayyaf.

Nama-nama itu diduga merupakan nom de guerre dan bukan nama sesuai dokumen pencatatan sipil.

Tanggapan Indonesia

Kementerian Luar Negeri RI, pada 1 Februari 2019 malam, juga telah merespons pernyataan Mendagri Filipina dengan mengatakan bahwa pemerintah Indonesia "masih belum bisa mengonfirmasi" kewarganegaraan pelaku dan menyatakan "terus melakukan konfirmasi" atas kebenaran laporan tersebut.

Sementara pada 2 Februari 2019 pagi WIB, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga mengatakan bahwa dirinya terus berkomunikasi dengan Filipina untuk memastikan identifikasi kebenaran pernyataan Mendagri Filipina Eduardo Ano.

 

Simak video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya