Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan menerbitkan aturan baru terkait naiknya harga rumah subsidi pada minggu depan. Sebelumnya, usulan kenaikan harga rumah subsidi tengah dalam pembahasan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan, usulan kenaikan harga rumah subsidi itu berkisar dari 3-7,5 persen yang terbagi dalam 9 wilayah.
"Kami tidak bisa menetapkan. Kami bahas dengan Kementerian Keuangan, kewenangan Kementerian Keuangan untuk menetapkan supaya teman-teman bisa membangunnya cepat mungkin bisa turun dari Menkeu tapi kita bahas moga-moga Senin besok bisa final," tuturnya di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta Selatan (02/2/2019).
Baca Juga
Advertisement
Ada beberapa alasan khusus mengapa pemerintah menaikan harga rumah subsidi. Antara lain disebabkan biaya produksi rumah dan persoalan tanah perumahan.
"Kami coba akomodir, dasarnya kenaikan harga itu ialah tanah di daerah, biaya produksi meningkat, material tukang, kemampuan konsumen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), ini tiga hal dasar, sudah simulasikan 3 - 7,75 persen, jauh dari usulan REI sebesar 20 persen, ya kita sudah hitung survei di seluruh Indonesia," ujarnya.
Meski mengaku sedang dibahas di Kemenkeu, pihaknya belum memastikan tanggal yang pasti terkait penerbitan aturan kenaikan harga rumah subsidi. Paling lambat ia pastikan akan rampung pada bulan ini.
"Belum, saya tidak katakan final. Moga-moga, semoga kan terus dibahas. Jadi semoga bulan ini bisa keluar jadi lebih semangat lagi," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Rumah Subsidi Bakal Naik hingga 7,75 Persen
Sebelumnya, Kementerian PUPR akan menaikkan harga rumah subsidi pada 2019. Adapun kenaikan harga tertinggi untuk satu unit rumah bisa mencapai Rp 153 juta.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid mengatakan, usulan tersebut kini telah diberikan kepada Kementerian Keuangan untuk mendapat persetujuan.
"Usulan PUPR sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan sedang dalam pembahasan, tunggu ya," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, pada Selasa 22 Januari 2019.
Khalawi lantas menerangkan, usulan kenaikan harga rumah subsidi tersebut khusus diterapkan pada 2019 saja. Sebab, lanjutnya, penentuan harga rumah dan tanah biasanya diajukan setiap lima tahun sekali.
"Sedangkan untuk kenaikan lima tahunan pada 2020-2024 juga akan dibahas lagi tahun ini," dia menambahkan.
Untuk usulan kenaikan harga rumah, ia menyebutkan, itu berkisar antara 3 sampai 7,75 persen yang dibagi dalam sembilan wilayah. Adapun kenaikan harga tertinggi bakal menimpa penjualan rumah di Kalimantan.
"Kenaikan paling tinggi 7,75 persen ada di Kalimantan, sekitar Rp 153 juta," terang dia.
Dia menuturkan, kenaikan harga itu terjadi lantaran dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Antara lain adanya kenaikan harga tanah, meningkatnya biaya produksi rumah, serta pertimbangan keterjangkauan daya beli Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Namun begitu, ia meneruskan, hingga saat ini masih belum bisa memproyeksikan kapan usulan kenaikan harga rumah tersebut dapat diluluskan Kementerian Keuangan, untuk kemudian diinformasikan kepada publik.
"Sabar ya, kita tunggu saja ya. Untuk sementara kita masih menggunakan harga 2018," ujar dia.
Advertisement