Liputan6.com, Jakarta - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syarif Hidayat, mengatakan transaksi tunai dengan nominal yang tinggi menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak pidana suap dan korupsi.
"Dalam setiap operasi tangkap tangan, yang ditangkap selalu transaksi tunai dengan nominal yang besar," jelas Syarif di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional Jakarta, Sabtu (2/2/2019).
Advertisement
Syarif pun bercerita, dalam satu kasus tangkap tangan seorang pejabat, KPK menemukan sebagian besar uang yang dimiliki pejabat tersebut tidak disimpan di bank, namun disimpan dalam ruangan khusus bersama dengan sejumlah logam mulia.
Lebih lanjut Syarif mengatakan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan sepanjang 2018 terdapat lebih dari 15 ribu arus uang yang mencurigakan.
"Inilah mengapa penting sekali pembatasan nominal transaksi tunai diberlakukan, karena tindak pidana melalui transaksi non-tunai saja berani dilakukan apalagi transaksi tunai yang minim pengawasan," kata Syarif seperti dilansir dari Antara.
Aturan Pembatasan Transaksi Tunai
Untuk mencegah hal itu, Syarif mengatakan, KPK sudah meminta pemerintah untuk tegas dalam pemberlakuan aturan mengenai pembatasan nominal transaksi tunai. Namun, sayangnya permintaan itu hingga kini belum ditindaklanjuti.
Selain kepada pemerintah, KPK sudah sejak lama juga meminta DPR untuk segera mengesahkan undang-undang yang mengatur nominal transaksi tunai, namun hingga saat ini belum disahkan.
"Terakhir PPATK mengusulkan supaya maksimal transaksi tunai nominalnya hanya Rp100 juta, namun tetap belum disetujui oleh DPR," kata Syarif.
Saksikan Video Piilihan Berikut Ini:
Advertisement