Harmoni Budaya, Sebagian Nama Jalan di Surabaya Berubah

Perubahan nama jalan bukan penghapusan jalan sepenuhnya, tapi hanya sebagian dari dua jalan untuk simbolik harmoni budaya.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Feb 2019, 22:02 WIB
Ilustrasi Jalan (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meresmikan perubahan sebagian nama jalan beserta peletakan batu pertama rencana pembangunan monumen perjuangan (Tugu Mastrip) di Surabaya, Minggu (3/2/2019).

"Terhitung mulai hari ini, ada perubahan sebagian nama jalan di Surabaya, pelakat nama jalan juga sudah dipasang," ujarnya di sela peresmian di halaman Lapangan Golf Ahmad Yani Surabaya.

Nama jalan yang diubah yakni sebagian Jalan Gunung Sari sepanjang 600 meter menjadi Jalan Prabu Siliwangi dan 300 meter sebagian Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda.

Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, bahwa perubahan nama jalan bukan penghapusan jalan sepenuhnya, tapi hanya sebagian dari dua jalan untuk simbolik harmoni budaya.

Selain itu, perubahan tersebut merupakan bagian dari kepentingan umum sehingga sudah tidak ada lagi warga yang keberatan karena sudah melalui proses yang melibatkan berbagai pihak.

"Tidak hanya dialog, tapi juga melalui proses panjang, mulai ahli sejarah, tokoh masyarakat dan lainnya. Sekali lagi, ini adalah simbolik harmoni budaya," ucapnya dilansir Antara.

Perubahan sebagian nama jalan menandai rekonsiliasi antara Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat sekaligus mengakhiri 661 tahun "perselisihan" antaretnis Sunda dan Jawa.

Melalui ini, kata dia, permasalahan antara etnis Jawa dan Sunda pascatragedi Pasunda Bubat yang terjadi pada tahun 1357 Masehi selesai sekarang.

Rekonsiliasi ini akan merekatkan bangsa Indonesia melalui simpul-simpul yang memberikan orientasi nilai perjuangan dan persatuan, dengan bingkai dan landasan keragaman budaya sebagai sumber kekuatan bangsa Indonesia.

Tak hanya perubahan nama jalan, orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut juga meletakkan batu pertama pembangunan monumen perjuangan yang terletak di tanah pemerintah di sisi sungai Gunung Sari, depan Lapangan Golf Ahmad Yani.

"Monumen sebagai pertanda untuk tidak melupakan sejarah. Sebagai warga negara Indonesia, jangan sekali-sekali melupakan sejarah," katanya.

Sementara itu, terkait demonstrasi kelompok massa mengatasnamakan Gerakan Peduli Rakyat Surabaya (GPRS) sebelum acara peresmian dimulai, Pakde Karwo menilainya wajar dan menghormatinya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya