Liputan6.com, Caracas - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan akan mengirim bantuan kemanusiaan ke Venezuela yang dilanda krisis, menyusul permintaan dari Juan Guaido, pemimpin oposisi yang telah menyatakan dirinya sebagai "presiden interim" negara itu.
Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai presiden Venezuela yang sah bulan lalu, memenangkan dukungan cepat dari AS dan beberapa negara lainnya, meski berisiko memicu perebutan kekuasaan.
Dikutip dari BBC pada Senin (4/2/2019), Presiden Venezuela Nicolás Maduro menuduh Guaido melakukan kudeta, dan menolak tawaran bantuan AS dengan menudingnya sebagai intervensi militer.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu pada Sabtu 2 Februari, ribuan orang turun di jalan-jalan di ibu kota Caracas. Sebagian besar mendukung klaim kepemimpinan Guaido, dan sebagian kecil pro pada pemerintah.
Meski Maduro tetap mempertahankan dukungan militer, namun ada salah seorang jenderal angkatan udara Venezuela, Francisco Yanez, memberi dukungan tidak langsung kepada Guaido.
Senada dengan hal di atas, Guadio mengatakan bahwa dia telah mengadakan pertemuan rahasia dengan militer untuk mendapatkan dukungan dalam menggulingkan Maduro.
Kini, ia bersama kubu oposisi, tengah berusaha menjangkau China, untuk menarik dukungannya terhadap kepemimpinan Maduro.
Sadar akan posisinya yang belum bisa mengendalikan wilayah teritorial, Guaido berencana mendirikan pusat dukungan di negara-negara tetangga, di mana banyak warga Venezuela telah melarikan diri.
Dia mengatakan ingin membentuk koalisi internasional untuk mengumpulkan bantuan di tiga titik, dan menekan tentara Venezuela agar membiarkannya masuk ke negara itu.
Bersamaan dengannya, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton berkicau lewat Twitter bahwa rencana pengiriman bantuan ke Venezuela, telah diurus sejak akhir pekan lalu.
Simak video pilihan berikut:
Gejolak Ekonomi Bertahun-Tahun
Di lain pihak, Nicolas Maduro telah menolak membiarkan bantuan asing masuk ke Venezuela, dan mengatakan kepada para pendukungnya pada hari Sabtu "kami tidak pernah mau jadi negara pengemis."
Venezuela telah menderita gejolak ekonomi selama bertahun-tahun, dengan hiperinflasi dan kekurangan hal-hal penting seperti makanan dan obat-obatan. Jutaan orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, di mana sebagian besar mengungsi ke Kolombia.
Pada Januari 2019, Maduro disumpah untuk masa jabatan kedua setelah pemilihan umum penuh kontroversi, di mana menurut banyak pengamat asing, mengabaikan suara oposisi.
Tidak lama berselang, Juan Guaido, yang merupakan ketua Majelis Nasional Venezuela, menyatakan dirinya sebagai presiden.
Guaido mengatakan konstitusi memungkinkan dia untuk mengambil alih kekuasaan sementara, ketika presiden dianggap tidak sah.
Pada hari Sabtu ia mengatakan protes akan berlanjut sampai para pendukungnya mencapai "kebebasan" dari cengkeraman Maduro.
Sementara itu, lebih dari 20 negara telah mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Sebaliknya, hanya segelintir kecil negara yang mendukung kepemimpinan Nicolas Maduro, termasuk di antaranya China, Rusia, dan Turki.
Advertisement