Liputan6.com, Port-au-Prince - Setidaknya 28 warga negara Haiti tenggelam di lepas pantai Abaco di Bahama, dalam tragedi terbaru di laut bagi orang-orang yang ingin meninggalkan ekonomi termiskin di Karibia.
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu 3 Februari, Pasukan Pertahanan Kerajaan Bahama (RBDF) mengatakan bahwa setelah dua hari operasi penyelaman, "total 17 orang telah diselamatkan hidup-hidup dan 28 jenazah ditemukan mengapung di air".
Dikutip dari Al Jazeera pada Senin (4/2/2019), peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu ketika kapal yang membawa orang-orang dari Haiti tenggelam di dekat Fowl Cay, 10 kilometer di lepas pantai Pelabuhan Marsh, Abaco.
Baca Juga
Advertisement
Lima belas orang selamat dan 13 jenazah ditemukan pada hari Sabtu dalam operasi bersama antara RBDF dan penjaga pantai Amerika Serikat.
Pada hari Minggu, dua korban selamat ditemukan hidup-hidup di sebuah pelampung sinyal komunikasi, bersama dengan 15 jenazah kapal tenggelam yang mengapung di sekitarnya.
Dalam sebuah unggahan di Twitter, Kedutaan Besar AS di Haiti menggambarkan kapal nahas itu sebagai kapal yang memperdagangkan orang keluar dari Haiti.
"Tidak ada perjalanan yang layak mempertaruhkan nyawa, tolong desak keluarga dan masyarakat: Imigran ilegal & operasi penyelundupan berbahaya dan sering berakhir tragedi," tulis Kedubes AS di Haiti dalam sebuah pernyataan.
RBDF menambahkan bahwa tahun ini saja, sekitar 300 warga Haiti telah ditangkap karena masuk tanpa dokumen selama empat insiden terpisah.
Simak video pilihan berikut:
Banyak Warga Haiti Memilih Beremigrasi
Di negara di mana lebih dari 60 persen penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2 (sekitar Rp 27.880) sehari, sering ada upaya warga Haiti untuk mencapai Bahama atau Turks dan Caicos tanpa dokumen.
Dalam beberapa tahun terakhir, ribuan anak muda Haiti telah bermigrasi ke Chile atau Brasil, negara-negara di mana visa lebih mudah diperoleh.
Meskipun secara historis banyak warga Haiti beremigrasi ke AS, terutama di negara bagian Florida, kini aliran imigran telah bergeser ke Kanada dan negara-negara tetangga lainnya.
Sejak gempa dahsyat pada 2010, sekitar 60.000 warga Haiti mendapatkan status perlindungan sementara di AS.
Pada 2017, pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengumumkan penghentian program tersebut, tetapi keputusan itu telah ditentang dalam beberapa kasus pengadilan.
Advertisement