Liputan6.com, Padang - Menindaklanjuti laporan temuan satai Padang yang diduga berbahan daging babi, Kepolisian Resor Kota Padang, masih menunggu hasil uji Laboratorium Forensi (Labfor).
"Prosesnya saat ini masih dalam penyelidikan dan kami menunggu hasil uji Labfor keluar," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Padang Kombes Pol Yulmar Tri Himawan sepert dikutip dari laman Antara, Senin (4/2/2]019).
Yulmar mengatakan, daging satai Padang tersebut dikirim kepada tim Labfor Polri Cabang Medan, pada Kamis, 31 Januari 2019. "Hasil pengujian nanti untuk membuktikan apakah benar bahwa satai itu terbuat dari daging babi," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Ia menyebutkan jika hasil labfor keluar, pihaknya segera melakukan gelar perkara untuk melanjutkan proses kasus itu.
Sejak kasus itu diserahkan oleh Dinas Perdagangan Padang, polisi telah memintai keterangan dari belasan saksi. Di antaranya adalah Dinas Perdagangan mengingat kasus itu berawal dari temuan instansi tersebut.
Kemudian pedagang satai Padang dengan merek usaha Sate KMSB atas nama Devi dan Bustami, serta pemasok daging atas nama Kusti Gani.
Kasus itu berawal ketika petugas gabungan dari Dinas Perdagangan Padang dan instansi terkait mengungkap penjualan satai Padang diduga dari daging babi di kawasan Simpang Haru, dengan merek usaha Sate KMSB, pada Selasa, 29 Januari 2019.
Penindakan lapangan itu berbekal uji sampel yang sudah diambil instansi terkait sebelumnya karena mendapatkan laporan masyarakat. Pedagang satai, Devi, sebelumnya mengklaim kalau ia tidak tahu bahwa daging yang ia beli dari Kusti Gani adalah daging babi.
Ia juga mengaku baru dua kali membeli daging itu dengan harga Rp 95 ribu per kilogram.
Pencatutan Merek Dagang
Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan keberadaan satai Padang berbahan daging babi di Padang. Hal ini berdasarkan pernyataan Dinas Perdagangan bahwa pihaknya menemukan sejumlah tusukan satai di dalam got rumah pemilik satai KMS-B Simpang Haru.
Merasa mereknya dicatut, pemilik Satai KMS, Opetriani, memberikan klarifikasi. Kepada Liputan6.com dirinya menegaskan bahwa satai padang KMS-B di Simpang Haru itu bukanlah cabang dari KMS.
"Cabang KMS itu hanya ada empat, yaitu yang di Permindo, Kalawi, Jalan Pattimura, dan Siteba. KMS-B di Simpang Haru itu tidak dapat izin dan merek dari kami, mereka catut nama," tegas perempuan yang akrab disapa Opet kepada Liputan6.com, Jumat (1/2/2019).
Opet mengeluhkan semenjak pemberitaan ini merebak, bisnis satai Padangnya di seluruh cabang terimbas. Dia khawatir, pelanggannya yang tidak hanya warga lokal, tetapi juga warga Minang di negara tetangga, enggan memesan satai karena mengira satai KMS menggunakan daging babi.
"Imbasnya cukup luas, karena orang Minang sangat mengenal satai kami. Orang Minang di Singapura dan Malaysia suka memesan juga, jadi khawatir ada persepsi bahwa satai kami itu pakai babi, kami melakukan klarifikasi ke media-media," ujarnya.
Tidak hanya mengklarifikasi pemberitaan, Opet dan keluarga juga meminta bantuan Dinas Pangan dan Perdagangan untuk membuktikan bahwa satai KMS tidak menggunakan daging babi.
"Jadi nanti Wali Kota Padang juga mau datang untuk membuktikan bahwa satai kami aman. Kami juga minta arahan, karena kami kurang mengerti dengan pengamanan hak paten ini," kata Opet.
Opet menambahkan, bisnis satai Padang KMS ini merupakan bisnis keluarga yang diturunkan dari orangtuanya, Yusnimar dan Rusli, kepada 9 anaknya. Bisnis ini dimulai tahun 1984 dan memperoleh hak paten merek pada 2009.
"Sekarang disebut grup karena pemiliknya keluarga, yakni 8 anak pasangan Yusnimar dan Rusli, karena satu anak sudah meninggal," dia menandaskan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement