Liputan6.com, Den Haag - Mahkamah Pidana Internasional (ICC), pada 1 Februari 2019, telah memerintahkan pembebasan bersyarat terhadap mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo. Sebelumnya, Gbagbo sempat ditahan dengan status terdakwa menunggu vonis ICC.
Keputusan terbaru ICC datang setelah pengadilan yang berbasis di The Hague itu memutuskan Gbagbo tak bersalah atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan pada 15 Januari 2019. Jaksa telah mengajukan banding atas vonis hakim.
Baca Juga
Advertisement
Gbagbo sebelumnya didakwa dengan tuduhan bertanggung jawab atas pasukan pendukungnya yang melakukan "pembunuhan, perkosaan, penyiksaan, serta tindakan kejahatan kemanusiaan lain" pasca-pemilihan umum Pantai Gading 2010, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (4/2/2019).
Saat membacakan keputusan terbaru, Hakim ICC menyatakan bahwa Gbagbo (yang ditahan sejak 2011) dan seorang asistennya, Charles Ble Goude (yang ditahan sejak 2014), bebas dengan syarat: harus menetap di negara yang dapat menerima mereka untuk menunggu banding yang diajukan jaksa.
Diadili Kembali Jika Ada Bukti Tambahan
Jaksa ICC direncanakan mengajukan banding atas pembebasan Gbagbo. Meskipun demikian, diprediksi bahwa jaksa akan menerima pembebasan dengan syarat bahwa Gbagbo dan Goude berkenan untuk kembali diadili jika terdapat bukti lain di kemudian hari.
ICC juga berencana mengawasi Gbago dan Goude di negara manapun yang akan menerima mereka. Hal itu untuk menjamin mereka dapat diadili ulang jika terdapat bukti yang mengatakan bersalah.
Pengawasan akan dilakukan dengan ketat, mengingat pengalaman kegagalan ICC untuk melakukan pendakwaan ulang atas kasus yang menjerat Jean-Pierre Bemba, Mantan Wakil Presiden Kongo. Setelah dibebaskan dan pergi ke Belgia, Bemba tidak dapat diadili kembali, padahal, bukti lain telah ditemukan.
ICC memutuskan tidak akan mengirim Gbagbo dan Goude kembali ke tanah air. Meskipun Pantai Gading merupakan salah satu negara anggota ICC, negara itu telah menolak penangkapan istri Gbagbo, Simone, beberapa waktu lalu. Kala itu, ICC telah memohon dengan keras disertai dengan sejumlah opini hukum sebagai dasar penangkapan.
Saksikan video berikut:
Ditangkap Pasca-pertempuran
Mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo, ditangkap pada 11 April 2011 untuk kemudian berstatus sebagai tahanan rumah.
Dalam sebuah pernyataan, Menteri Kehakiman Jeannot Ahoussou-Kouadio mengingatkan bagaimana mantan orang kuat itu telah ditangkap setelah pertempuran antara pasukan pemerintah dan pasukan pro-Gbagbo yang 'dibantu oleh tentara bayaran Liberia dan Angola serta milisi'.
"Menunggu pembukaan penyelidikan yudisial, Gbagbo dan beberapa temannya telah ditempatkan di bawah tahanan rumah," tutur Ahoussou-Kouadio.
Gbagbo bersama istrinya Simone dijemput oleh pasukan pro-Ouattara dibantu oleh pasukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Prancis --meskipun kemudian Simone tidak dapat ditahan oleh Mahkamah Pidana Internasional.
Selain Gbagbo dan Simone, ada beberapa orang lain. Mereka dibawa ke markas besar pesaingnya di Hotel Golf. PBB kemudian mengatakan ia masih berada di hotel dan belum dipindahkan dari ibu kota ekonomi Abidjan, sehingga bertentangan dengan laporan pertama oleh juru bicara pemerintah.
Aset senilai 70 juta Franc Swiss atau US$ 81 juta terkait dengan mantan Presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo, kemudian disita oleh pemerintah Swiss pada satu bulan pasca-penangkapan.
Advertisement