Liputan6.com, Jakarta - Selama bertahun-tahun, bandara disebut oleh para pengamat internasional telah mengalami sejumlah evolusi. Mulanya, hanya sebatas sebagai pusat transportasi udara, namun kini sudah bisa dimanfaatkan sebagai pusat perbelanjaan.
Umumnya, bandara sengaja dirancang untuk melengkapi dan memengaruhi perilaku seluruh calon penumpang pesawat. Mulai dari arsitektur dan pencahayaan, hingga pernak-pernik yang dijual di toko-toko suvenir --di mana letaknya sangat strategis.
Baca Juga
Advertisement
Seperti dikutip dari Mentalfloss.com pada Senin (4/2/2019), berikut adalah 5 trik yang digunakan oleh pihak manajemen bandara untuk membantu wisatawan bersantai, berjalan menuju gate mereka dengan aman dan tepat waktu, dan mebelanjakan sejumlah uang mereka di gerai-gerai yang ada di dalamnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Landasan Pacu
Salah satu kunci sukses sebuah bandara adalah navigasi yang mudah. Usai melewati pos pemeriksaan, calon penumpang harus bisa sampai ke gate mereka tanpa tersesat, dengan bantuan dari petanda yang terpasang di berbagai titik, yang memandu mereka ke arah yang tepat. Dalam istilah desain, proses ini disebut wayfinding.
"Namun, saya memberi tahu staf saya bahwa papan signage adalah penanda kegagalan,” kata Stanis Smith, wakil presiden eksekutif dan pemimpin sektor bandara di perusahaan konsultan Stantec.
"Seorang pelancong membutuhkan tanda saat berada di bandara, tetapi hal terbaik yang harus dilakukan perancang interior adalah mencari cara yang dapat membantu para turis untuk menemukan cara yang pas," imbuhnya.
Misalnya, di banyak bandara baru, penumpang dapat mengetahuinya melalui landasan pacu, segera setelah mereka meninggalkan pos pemeriksaan.
"Yang lebih penting dari segalanya adalah pemandangan langsung ke udara luas dan Anda melihat ekor semua pesawat," kata Robert Chicas, Direktur Penerbangan dan Transportasi di HOK, perusahaan arsitektur yang membantu mendesain ulang Bandara Internasional Indianapolis.
"Memang tidak begitu penting untuk mengetahui apakah itu pesawatmu atau bukan, tetapi trik ini memberi orientasi kepada Anda, sehingga Anda tahu secara umum bahwa di sanalah arah yang harus Anda tuju," paparnya lagi.
Advertisement
2. Petunjuk Arah
”Banyak bandara yang menggunakan gaya huruf pada papan penunjuk arah secara asal," kata David Zweig, penulis buku Invisibles: The Power of Anonymous Work in an Age of Relentless Self-Promotion.
Contohnya saja fon. Sebanyak 75% dari seluruh bandara yang ada di dunia, penumpang akan menemukan salah satu dari tiga tipografi: Helvetica, Frutiger, dan Clearview. Ketiganya termasuk dalam sans serif, karena lebih mudah dibaca dari jauh.
Aturan tidak resmi untuk ukuran huruf, menurut panduan Transportation Research Board untuk wayfinding adalah bahwa setiap inci tinggi huruf harus ditambahkan 12,1 meter jarak pandang normal manusia, sehingga huruf setinggi 7,6 cm akan dapat dibaca dari jarak 36,5 meter.
Terkadang, terminal yang berbeda akan memakai desain penanda sendiri yang berbeda, seperti tepi yang membulat atau penggunaan warna tertentu.
"Jika Anda pernah berada di bandara atau kampus atau rumah sakit atau lingkungan kompleks lainnya dan tiba-tiba Anda merasa Anda salah jalan, itu bukan karena sihir, melainkan Anda mungkin merespons papan petanda melalui alam bawah sadar, seperti perubahan bentuk dari satu sistem tanda ke yang lainnya," ucap Zweig.
3. Instalasi Karya Seni
Patung besar yang dipasang di terminal bandara tidak hanya ditujukan agar bandara terlihat cantik, namun juga sebagai alat untuk membantu pelancong bernavigasi.
"Kami suka menggunakan hal-hal seperti karya seni, sebagai semacam tempat yang membuat titik referensi melalui terminal bandara," kata Smith.
"Misalnya, di Bandara Internasional Vancouver, kami memiliki patung setinggi 4,8 meter yang ditempatkan di pusat area ritel sebelum masuk ke pos pemeriksaan. Orang-orang berkata, 'Temui aku di patung itu'. Ini bisa berfungsi sebagai titik orientasi," lanjut Smith.
Instalasi karya seni juga berfungsi untuk menandakan tempat, mengubah bandara dari yang tadinya berkesan steril dan kaku, menjadi muncul suasana yang unik di mana orang ingin menghabiskan waktu mereka.
Dalam satu survei, 56% peserta mengatakan "pengalaman yang lebih sensitif secara budaya dan otentik terkait dengan lokasi" adalah sesuatu yang ingin mereka lihat di bandara pada tahun 2025.
Advertisement
4. Selalu Ada Karpet
Di banyak bandara, perjalanan panjang dari konter check-in ke gate selalu beralaskan linoleum (atau permukaan keras lainnya). Tapi Anda akan melihat bahwa area tunggu gate dilapisi karpet.
Ini adalah upaya untuk membuat area tersebut terlihat lebih santai, dengan memberi sentuhan lembut dan perasaan nyaman kepada seluruh calon penumpang.
Wisatawan yang senang dan ingin bersantai, bisa menghabiskan uang rata-rata 7% lebih tinggi untuk ritel dan 10% lebih banyak untuk barang-barang bebas bea.
Tidak hanyaa lewat karpet saja, tetapi juga pengadaan ruang yoga, spa, dan bahkan anjing terapi bandara, karena pihak bandara mencari cara baru untuk bersantai dan mendorong pengeluaran para wisatawan.
5. Petugas Kemanan Bandara
Sejak 2007, Transportation Security Administration (TSA) telah menggelontorkan US$ 200 juta per tahun ke agen terlatih untuk menemukan perilaku mencurigakan pada calon penumpang.
Program tersebut, yang disebut Screening of Passengers by Observation Techniques (SPOT), dikembangkan oleh seorang profesor psikologi, Paul Ekman, dari Fakultas Kedokteran di University of California, San Francisco.
Program ini meliputi daftar dari 94 tanda-tanda kecemasan dan ketakutan, seperti kurang kontak mata atau berkeringat. Tetapi satu laporan menemukan bahwa SPOT tidak efektif, karena "kemampuan manusia untuk mengidentifikasi perilaku tipuan secara akurat berdasarkan indikator perilaku adalah 'sama dengan' atau sedikit lebih baik ketika ada momen kebetulan."
Metode lain untuk 'menyaring' penumpang adalah berbicara langsung dengan mereka. Sebuah studi tahun 2014 menemukan bahwa mengajukan pertanyaan terbuka --dikenal sebagai metode Controlled Cognitive Engagement method (CCE)-- adalah 20 kali lebih efektif daripada mencoba memonitor berdasarkan perilaku.
Misalnya, seorang agen mungkin bertanya kepada calon penumpang yang hendak bepergian dengan pesawat, sebelum kemudian memberikan pertanyaan acak seperti "ke mana kamu akan pergi", "kuliah di mana", dan "berapa lama tinggal di sana", sebelum akhirnya melihat munculnya tanda-tanda kepanikan pada calon penumpang tersebut.
"Jika Anda penumpang biasa, Anda hanya mengobrol tentang hal yang paling Anda ketahui, yakni diri Anda sendiri," kata peneliti Thomas Ormerod, PhD, kepala School of Psychology di University of Sussex, Inggris.
"Seharusnya, cecaran pertanyaan seperti itu tidak terdengar seperti interogasi, bilaa Anda tak bersalah," katanya lagi.
Dalam penelitian tersebut, petugas yang menggunakan screening berbasis percakapan, menangkap 66% penumpang yang menipu, dibandingkan dengan hanya 3% yang menggunakan screening berbasis perilaku.
Advertisement