Serangan Kian Garang Menghantam KPK

Belum tuntas kasus penyerangan Novel dan teror di kediaman KPK, kini dua penyelidik diduga alami kekerasan. Serangan ke KPK makin terang dan garang.

oleh Muhammad AliFachrur Rozie diperbarui 05 Feb 2019, 00:08 WIB
Tampilan samping gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung yang dibangun sejak 2013 lalu memiliki 16 lantai dengan dua basement. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memantau gerak-gerak Gubernur Papua Lukas Enembe di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu 2 Februari 2019. Pemantauan dilakukan untuk menyelidiki dugaan praktik korupsi.

Saat itu, Lukas bersama Ketua DPRD Papua Yunus Yonda, anggota DPRD Papua, Sekretaris Daerah (Sekda) dan sejumlah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menggelar rapat di lantai 19 hotel bintang lima tersebut. Rapat bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap APBD Papua.

Di tengah pertemuan itu, penyelidik yang membuntuti Lukas Enembe memotret kegiatan tersebut. Pengambilan gambar berlangsung sukses.

Usai rapat, beberapa orang dari Papua melakukan santap makan dan turun ke lobi hotel. Di tempat ini, penyelidik KPK bernama Muhammad Gilang W memotret kegiatan tersebut.

"Motret kan tidak izin ya, terus yang motret ini didatangi lalu ditanya dan cekcok terjadi keributan akhirnya teman-teman kita itu dibawa ke Polda Metro Jaya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Senin (4/2/2019).

Argo menegaskan, alasan pegawai tersebut digiring ke Polda Metro Jaya untuk memastikan kalau dua orang itu adalah pegawai KPK.

"Karena dia ngaku dari KPK, karena sekarang kan banyak orang yang ngaku-ngaku KPK, untuk memastikan dia dibawa ke KPK dan diterima Jatanras Krimum," kata Argo.

"Dan kemudian teman kita di KPK membuat laporan kemarin hari Minggu jam 14.30 WIB, ya tentunya penyidik akan melidik dulu penyidik sudah ke TKP kita juga sudah mintakan visum di sana nanti langkah selanjutnya tunggu saja," sambungnya.

Dari kejadian itu, seorang terpaksa mendapatkan perawatan medis usai diduga dianiaya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono (Liputan6.com/Yoppy Renato)

 

"(Dua orang yang motret?) Iya. Jadi korban satu. (Terlapor) Kita belum kita ketahui masih lidik ya, jangan sampai keliru ya," pungkas Argo.

Sementara itu, juru bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, kedua pegawai KPK yang mendapat tindakan tak pantas itu menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh kendati telah ditunjukkan identitas KPK.

"Sekarang tim sedang dirawat dan segera akan dilakukan operasi karena ada retak pada hidung dan luka sobekan pada wajah," ucap Febri.

Sementara tim yang melaporkan ke Polda Metro Jaya menyampaikan beberapa informasi visual untuk kebutuhan investigasi lebih lanjut.

"Apapun alasannya, tidak dibenarkan bagi siapapun untuk melakukan tindakan main hakim sendiri, apalagi ketika ditanya, Pegawai KPK telah menyampaikan bahwa mereka menjalankan tugas resmi," ujar Febri.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan terkait dugaan korupsi Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa, Jakarta, Senin (30/4/). Dalam pengeledahan rumah Mustofa, KPK benyita sejumlah mobil dan uang sebesar 4 millyar. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sehingga menurut Febri, KPK memandang penganiayaan yang dilakukan terhadap dua pegawai KPK dan perampasan barang-barang yang ada pada pegawai tersebut merupakan tindakan serangan terhadap penegak hukum yang sedang menjalankan tugas.

"KPK berkoordinasi dengan Polda dan berharap setelah laporan ini agar segera memproses pelaku penganiayaan tersebut. Agar hal yang sama tidak terjadi pada penegak hukum lain yang bertugas, baik KPK, Kejaksaan ataupun Polri," tegas Febri.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda menyebut, petugas KPK tiba-tiba mengambil gambar para pejabat Papua yang baru menggelar rapat membahas RAPBD bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Pengambilan gambar dilakukan di lobi hotel. Selain anggota DPRP, di lobi itu juga ada Gubernur Papua Lukas Enembe dan jajaran pejabat Pemprov Papua.

"Acara sudah selesai dan kami akan pulang (ke Papua)," ungkap Yunus seperti dikutip Cendrawasih Pos.

Para pejabat itu merasa risih dengan gelagat dua pegawai KPK itu. Spontan, beberapa orang yang diduga bagian dari petugas pengamanan rombongan pejabat tersebut langsung menangkap pegawai KPK.

Mereka melakukan pemeriksaan, mulai mengecek identitas hingga memeriksa hasil jepretan. Bahkan, mereka memeriksa chat WhatsApp para pegawai KPK untuk memastikan identitas.

"Kami merasa tidak nyaman, seperti dicurigai. Kami pikir mereka mau melakukan operasi tangkap tangan. Kami tegaskan, kami tidak ada deal-deal dengan pihak mana pun. Semua sesuai aturan," tegas politikus Partai Demokrat tersebut.


Teror di Rumah Pimpinan KPK

Pewarta melihat-lihat kondisi rumah Wakil Ketua KPK, La Ode Muhammad Syarif di kawasan Kalibata, Jakarta, Rabu (9/1). Sebelumnya, terjadi lemparan molotov di rumah Wakil Ketua KPK, La Ode Muhammad Syarif. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Upaya teror untuk membuat ciut nyali KPK datang bertubi-tubi. Bahkan serangan itu kian garang.

Kasus serangan terhadap KPK tak hanya hanya menimpa dua penyelidik, rumah pimpinan KPK juga tak luput dari sasaran teror.

Rabu 9 Januari 2019, pukul 05.30 WIB, botol berisi spirtus dengan sumbu, mirip bom molotov ditemukan di depan kediaman Wakil Ketua Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Kalibata, Jakarta Selatan.

Rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjadi sasaran teror. (Merdeka.com/Ronald)

Setelah dicek melalui CCTV, sekitar pukul 01.00 WIB, terekam dua orang mencurigakan beraktivitas di depan rumahnya. Laode tak ambil pusing dengan kejadian ini.

"Biasa lah itu kerja di KPK, saya santai aja," kata Laode saat ditemui di kedamaian di Jalan Kalibata Selatan No 42C, Jakarta Selatan, Rabu 9 Januari 2019.

Masih hari yang sama, sebuah benda mirip bom juga ditemukan di pagar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo di Bekasi, Jawa Barat. Benda itu terdiri dari beberapa kabel, pipa, paku, detonator, baterai, dan serbuk itu sebagai bom rakitan atau fake bomb (bom palsu).

"Senyawa tersebut disimpulkan adalah semen putih," kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, 22 Januari 2019.

Kasus ini masih dalam proses penyelidikan. Polri belum menetapkan tersangka terkait kasus ini lantaran Puslabfor Polri kesulitan menganalisis kualitas video yang standar.

"Kami analisis DVR-nya ini sampai kirim ke London, kita bekerja sama dengan Inafis di kepolisian metropolitan di London," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 21 Januari 2019.

Serangan paling menyita perhatian publik adalah yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan. Ia disiram air keras oleh dua pria pengendara motor usai menunaikan salat subuh di masjid dekat rumahnya, Selasa 11 April 2017.

Penyidik KPK Novel Baswedan (Merdeka.com/Hari Ariyanti)

Tindakan biadab itu menyebabkan mata Novel menjadi rusak. Presiden Jokowi memerintahkan Polri untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas. Namun, hingga kini, pelaku tak juga terjerat meski peristiwa telah terjadi hampir dua tahun.

Kemampuan satgas yang dibentuk Kapolri untuk mempercepat penuntasan kasus ini pun diragukan. Novel mengatakan tim tersebut tidak jauh berbeda dengan tim lama yang gagal menyelidiki kasusnya hingga tuntas.

"Kalau penyidiknya saja diberi surat tugas baru, rasanya permasalahannya bukan di situ," kata Novel, 15 Januari lalu.

 


Perlindungan Anggota

Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, mantan Ketua KPK Abraham Samad dan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto foto bersama saat menyambut penyidik senior KPK Novel Baswedan, Jakarta, Jumat (27/7). (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sejak teror menerpa Novel Baswedan, komisioner KPK meminta perlindungan lebih untuk para pengungkap kasus korupsi di lembaganya.

"Untuk melindungi, mengantisipasi, dan mitigasi risiko terhadap penyerangan itu sudah kami koordinasikan dengan pihak kepolisian untuk pengamanannya," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 17 Mei 2017.

Dia mengatakan, beberapa penyidik, penyelidik, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kini diberikan izin memegang senjata api. Hal itu untuk melindungi diri dari berbagai serangan teror.

"Beberapa jaksa yang menangani perkara yang kita nilai risikonya tinggi ada pengawalan juga, termasuk ke penyidik. Dan kita juga sudah mengajukan izin penggunaan senjata api, kita punya hampir 100. Selain pengawalan dari aparat kepolisian, kita akan persenjatai," jelas Alex.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan (dua kiri) berjabat tangan dengan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/7). Novel disambut langsung oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan jajarannya. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Namun, tak semua jaksa, penyidik, dan penyelidik KPK bersedia memegang senjata api. Termasuk Alex, dirinya enggan untuk memegang senjata api.

"Ya ada sebagian (yang pegang senjata api), enggak semua. Enggak mau ambil risiko juga, kalau enggak bisa tanggung emosi kan juga sulit. Kita tawarkan juga, enggak semua mau kok," ucap Alex.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengiyakan perkataan Alex. Dia menegaskan KPK mengurus izin memegang senjata bagi penyidik, penyelidik, dan jaksa di lingkungan lembaga itu.

"Kita sedang mengurus senjata yang izinnya sempat tertunda supaya segera dikeluarkan. Ini adalah langkah pengamanan lebih lanjut bagi penyidik, penyelidik, dan jaksa KPK, akan terus dilakukan. Mudah-mudahan bisa kita cegah (teror kepada pegawai KPK)," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jumat 19 Mei 2017.

Agus menambahkan, KPK akan terus memperbaiki sistem pengamanan bagi mereka. Perbaikan itu bisa meliputi penambahan pengawalan dan juga nomor kontak darurat saat serangan terjadi.

"Kita akan tambah pengawalan. Kita akan lakukan siapa yang bisa dihubungi kalau ada apa-apa," ujar Agus.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya