Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-undang atau RUU Permusikan kini tengah jadi perdebatan. RUU tersebut diusulkan Komisi X DPR RI. Namun rupanya, RUU Permusikan mendapat kritikan dari banyak musisi Indonesia.
Meski begitu, dukungan dirampungkannya RUU Permusikan juga menggema. Para musisi dan pelaku industri musik di Indonesia yang tergabung dalam KAMI Musik Indonesia, termasuk Rian D'Masiv, menyambangi gedung DPR RI pada Senin, 28 Januari 2019.
Advertisement
Kedatangan mereka untuk menemui Ketua DPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet. Jika memungkinkan, Rian D'Masiv ingin RUU Permusikan ini bisa selesai sebelum Anang Hermansyah berhenti menjabat sebagai anggota Komisi X DPR RI.
Kritikan yang diajukan musisi lain juga mencuat karena RUU Pemusikan memuat beberapa pasal karet yang dapat mengancam musisi dan seniman musik sebagaimana yang terjadi di UU ITE.
Berikut fakta soal RUU Permusikan yang dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Didukung Ketua DPR
Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet berjanji DPR akan segera merampungkan RUU Permusikan. Dengan lahirnya RUU Permusikan, diharapkan permusikan Tanah Air akan makin bergeliat.
Bahkan bukan tidak mungkin dalam waktu mendatang Indonesia bisa menjadi negeri musik dunia.
"Saya berharap musik Indonesia bisa eksis di kancah musik mancanegara. Kelak dunia bukan hanya mengetahui K-Pop saja, namun juga musik dari Indonesia. Bukan tidak mungkin pula negara kita akan menjadi negeri musik dunia," ujar Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan kunci utama eksistensi sebuah karya adalah adanya perlindungan dan kepastian hukum. RUU Pemusikan setelah disahkan diharapkan mampu membuat para musisi kian bergairah dalam memproduksi karya berkualitas.
"RUU Permusikan bisa menjadi payung hukum bagi para musisi dalam mendapatkan hak komersial atas karyanya. Melahirkan sebuah karya seni seperti lagu sangat tidak mudah. Jika negara bisa menjamin penghargaan atas karya para musisi, masa depan musisi dan pekerja musik Indonesia bisa dipastikan akan cerah," kata Bamsoet.
Bagi Bamsoet, arah Bangsa Indonesia dalam memajukan industri kreatif sudah tepat. Terlebih setelah Presiden Jokowi membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sebagai lembaga yang khusus mendorong dan menumbuhkan kreatifitas serta daya inovasi bangsa.
Bamsoet berharap para musisi dapat memanfaatkan keberadaan Bekraf secara maksimal. Satu contohnya kesuksesan penyelenggaraan Konferensi Musik Indonesia.
"Dua belas poin hasil Konferensi Musik Indonesia yang disampaikan ke DPR maupun pemerintah akan mendapat perhatian serius dari kami. DPR melalui fungsi legislasi akan mempelajari berbagai poin tersebut sehingga bisa kita masukan penerapannya di RUU Permusikan," tutur Bamsoet.
Advertisement
2. Pasal Karet
Sebelum RUU Permusikan disahkan, ada beberapa kontroversi yang sudah beredar terkait isinya. Sebagian musisi menganggap RUU itu menghambat ruang gerak musisi untuk beraktivitas.
Beberapa musisi menyebut RUU permusikan seharusnya tidak perlu, karena bisa membatasi ruang ekspresi para musisi dan seniman musik di Tanah Air, meski ada beberapa yang mendukung.
Isi pasal 5 RUU permusikan ini berisi larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif.
Gede Robi Supriyanto atau akrabnya di sapa Robi, yang merupakam vokalis band Navicula, melihat RUU tersebut bisa membatasi ruang ekspresi para musisi dan seniman musik di Tanah Air.
"Itu membatasi ruang ekspresi dan seni. Sementara seni adalah ruang bebas, saya yakin juga insan-insan seniman punya tanggung jawab terhadap apa yang mereka suarakan," ucap Robi.
Pasal 18 berbunyi, pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Gede Robi Supriyanto mempertanyakan, tentang musik provokasi seperti apa ukuran dan jelasnya. Karena bisa saja itu menjadi Pasal karet.
"Kita mengkritisi sesuatu yang ternyata itu bagus, bisa dianggap provokatif. Apakah lagu bongkarnya Iwan Fals sama Sawung Jabo dianggap lagu provokatif. Jadi ukuran provokatif itu apa?," pungkasnya.
3. Anang Hermansyah Angkat Bicara
Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menjadi salah satu perancang Undang-Undang Permusikan. Hal itu membuat Anang menjadi salah satu orang yang dikritik oleh sebagian musikus.
Tak ingin masalah ini menjadi bola panas, Anang Hermansyah pun angkat bicara. Melalui akun Youtube pribadinya The Hermansyah A6, suami Ashanty ini menjelaskan beberapa sisi tentang RUU Permusikan.
'Itu adalah RUU, saya harus ceritakan sejarahnya agar tidak missing link. Awalnya (memang) saya ajukan UU ini, tapi sebelum ini menguat, banyak seniman pernah ke parlemen. Kita diskusi di badan legislasi. Terjadi dialog antar pelaku seni dan parlemen," ujar Anang Hermansyah, seperti dilansir dari channel Youtube pribadinya, Senin (4/2/2019).
Anang Hermansyah pun menjelaskan, awal mula tercetusnya RUU itu karena banyak perwakilan musisi yang datang ke gedung parlemen dan itu semua dimotori oleh penyanyi Glenn Fredly. Pada saat itu, selain para pekerja seni, politisi pun juga ikut duduk bersama demi membahas kelangsungan jagat musik Tanah Air.
"Seluruh fraksi dan pimpinan hadir, itu bukan hal yang mudah mengumpulkan karena kesibukan anggota parlemen yang begitu ketat jadwalnya. Dari sini, ide RUU Permusikan lahir," jelasnya.
Anang sendiri sadar ada beberapa pasal karet yang kiranya nanti bakal merugikan para musisi jika RUU tersebut disahkan. Oleh karena itu, ia meminta agar semua pihak terkait bersatu membahas hal tersebut.
"(Setelah) RUU terjadi tetap harus diuji lagi. Harus disampaikan ke publik karena sifatnya terbuka, kita sampaikan-lah. Sebenarnya RUU ini sudah keluar 15 Agustus 2018. Banyak yang dapat di kalangan (musisi) untuk mempelajari dan memberi masukan, tanggapan, pandangan, kalau (misal) dalam isi (RUU) tidak sesuai," tandasnya.
Advertisement