Liputan6.com, Jakarta - Kenakalan perusahaan fintech Peer to Peer (P2P) membuahkan banyak cerita yang disuarakan oleh korban.
Salah satunya seperti yang diuraikan Asep, yang harus gali lubang tutup lubang demi melunasi jumlah utang akibat pinjaman online yang bejibun.
Asep menceritakan, mulanya ia mengenal konsep pinjaman online itu sekitar 2016-2017. Pada waktu itu, dirinya memutuskan untuk mencari pinjaman ke salah satu perusahaan fintech bernama doctor rupiah demi melunasi utang yang dimilikinya.
Baca Juga
Advertisement
"Saya jadi nasabah doctor rupiah hampir satu tahun lebih. Terus ada kenaikan limit sampai 4 juta. Kenaikan bunga 40 persen per bulan jadi harus bayar Rp 1.600.000 per bulan," ungkap dia di Kantor LBH Jakarta, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Dari pinjaman tersebut, ia mengaku belum dapat menutupi pinjaman semula lantaran besarnya kenaikan bunga tiap bulan yang harus ditanggung.
"Saya belum bisa nutupin hutang, saya cuma bisa perpanjang (pinjaman) sampai satu tahun lebih. Perpanjang bayar Rp 1.600.000. Kali 10 tahun saja sudah 16 juta," keluhnya.
Bunga Sangat Tinggi
Untuk menutupi nominal pinjaman online yang membengkak, Asep lalu coba mengajukan pinjaman kepada perusahaan fintech lain sampai akhirnya memiliki 15 kartu pinjaman online.
Hingga pada akhirnya, keuangan Asep kolaps dan menyebabkan korban menunda cicilan pembayaran motor dan rumah. "Cicilan motor belum bayar 4 bulan, rumah 3 bulan," sebutnya.
Berbekal pengalaman itu, ia berpendapat pinjaman online bisa membantu kesulitan uang peminjam, tapi perlahan akan meruntuhkan gara-gara ada bunga yang sangat tinggi.
"Tidak ada feedback dari pinjaman online untuk nasabah yang bermasalah untuk dapat menyelesaikan pinjamannya. Karena saya yakin semua yang pinjam online pasti ingin membayar. Saya tanah sampai sudah ada yang dijual untuk membayar utang itu," tutur dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement