Liputan6.com, Jakarta - Mantan anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat Amin Santono dijatuhi vonis delapan tahun penjara atas penerimaan suap Rp 2,6 miliar terkait pembahasan rancangan APBN-P tahun 2018. Amin juga divonis denda Rp 300 juta.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Amin Santono pidana penjara selam 8 tahun dan pidana denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan," ucap Hakim M Arifin saat membacakan vonis Amin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).
Advertisement
Politikus Partai Demokrat itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp 1,6 miliar yang wajib dibayar satu bulan setelah statua hukum berkekuatan tetap.
Apabila dalam satu bulan tidak membayar, harta benda akan disita untuk dilelang oleh jaksa. Jika nilainya tak mencukupi, maka diganti pidana enam bulan penjara.
Amin Santono didakwa menerima suap dari pembahasan Dana Alokasi Khusus Kabupaten Sumedang dan Dana Insentif Daerah Kabupaten Lampung Tengah bersama-sama dengan Eka Kamaluddin.
Ia pun dituntut oleh jaksa penuntut umum pada KPK pidana penjara 10 tahun denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Amin Santono dinyatakan terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perantara Divonis 4 Tahun Bui
Sementara itu, perantara dalam suap APBN Perubahan 2018, Eka Kamaluddin divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Eka dinyatakan terbukti menerima suap dari komitmen fee yang diterima mantan anggota DPR Komisi XI Amin Santono.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Eka Kamaluddin oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” ucap Hakim Rustiono saat membaca vonis Eka, Senin (4/2/2019).
Hakim menyatakan penerimaan Rp 185 juta oleh Eka terbukti sebagai suap dari pembahasan Dana Alokasi Khusus Kabupaten Sumedang dan Dana Insentif Daerah Kabupaten Lampung.
Karena Eka telah mengembalikan Rp 27 juta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui istrinya, majelis hakim pun mewajibkan dia membayar sisanya yakni Rp 158 juta.
“Apabila tidak membayar uang pengganti selama satu bulan setelah status hukum berkekuatan hukum tetap maka hartanya akan disita. Jika hartanya tidak mencukupi, maka diganti dengan enam bulan penjara,” tukasnya.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntutnya pidana lima tahun dan enam bulan penjara.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement