Liputan6.com, Manila - Duta Besar RI untuk Filipina, lewat pernyataan tertulis resmi, menjelaskan perkembangan penyelidikan teror bom gereja di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina selatan pada 27 Januari 2019 lalu.
Bom ganda meledak saat Misa Minggu di di Katedral Our Lady of Mount Carmel, menewaskan 23 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.
Kasus itu menjadi sorotan di Indonesia. Di samping kedekatan wilayah Filipina dengan Tanah Air, sorotan pada kasus itu juga dipicu oleh salah satu pejabat di Manila yang menyebut bahwa "dua orang Indonesia" menjadi bomber teror nahas tersebut.
Berikut penjelasan resmi dari Duta Besar RI untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang dalam pernyataan tertulisnya, seperti yang dimuat Liputan6.com pada Selasa (5/2/2019):
Baca Juga
Advertisement
Keterangan ini adalah untuk memberikan detail dan update yang diperoleh dari pihak KBRI (Manila).
Peristiwa pemboman di gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Sulu, terjadi pada Minggu, 27 Januari 2019. Pemboman tersebut menggunakan 2 (dua) improvised explosive devices (IED) atau bahan peledak rakitan yang meledak dengan interval ledakan kurang lebih 1 (satu) menit. Serangan mengakibatkan 22 orang meninggal dunia dan lebih dari 111 korban luka-luka.
Dalam keterangan pers pada acara Barangay Peace and Order Peace Summit di Leyte, Provinsi Visayas, pada 1 Februari 2019, Menteri Dalam Negeri Eduardo Aňo, menyampaikan bahwa pemboman di Jolo merupakan bom bunuh diri.
Menurut Aňo, pelaku bom bunuh diri tersebut adalah pasangan suami istri WNI bernama Abu Huda dan seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya. Kedua pelaku tersebut dibantu oleh Kamah (Alias Kamah a.k.a Kammah L Pae) yang merupakan anggota kelompok Ajang Ajang, salah satu faksi Abu Sayyaf Group (ASG), dan Hatib Hajan Sawadjaan, yang merupakan calon pengganti Isnilon Hapilon, mantan pemimpin IS Asia Tenggara yang telah tewas di Marawi. Faksi tersebut telah menyatakan dukungannya kepada jaringan teroris IS.
Menteri Ano menggarisbawahi "i'm certain they are Indonesians" berdasarkan kesaksian yang dikumpulkan oleh pihak kepolisian. Lebih lanjut, disampaikan pula bahwa pola serangan di Jolo dinilai memiliki kemiripan dengan pola serangan bom yang terjadi di Indonesia.
Sulu Provincial Police Office Director, Senior Superintendent Pablo Labra, menyampaikan bahwa saksi mata dilaporkan melihat seorang wanita memasuki katedral dan duduk tepat di tempat asal ledakan. Labra menyampaikan bahwa pihaknya telah mengumpulkan affidavits dari 36 saksi.
Sejak serangan di Jolo terjadi, KBRI Manila maupun KJRI Davao terus berkoordinasi dengan pihak Western Mindanao Command (Westmincomd), Armed Forces of the Philippines (AFP), Intelligence Service Armed Forced of the Philippines (ISAFP), National Intelligence Coordinating Agency (NICA) dan Philippine National Police (PNP). Pada saat dihubungi oleh KBRI Manila, pihak Westmincomd menyatakan bahwa saat ini pihak militer masih melakukan investigasi.
Terkait dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Aňo, Westmincomd menyampaikan bahwa belum ada basis valid atas pernyataan tersebut, dan pihaknya belum dapat mengidentifikasi siapapun sebagai pelaku ledakan di Jolo.
Dari beberapa kesaksian dan bukti-bukti di lapangan belum dapat disimpulkan bahwa serangan merupakan bom bunuh diri, apalagi menyimpulkan pelaku bom bunuh diri adalah WNI. Pihak Westmincomd akan menghubungi KBRI Manila apabila ada perkembangan lebih lanjut.
Presiden Rodrigo Duterte dan Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana pada beberapa kesempatan juga menyebutkan bahwa mengacu kepada data intelijen Filipina, terdapat kemungkinan pelaku pemboman berasal dari Indonesia atau Yaman, karena teroris lokal dinilai belum memiliki keberanian untuk melakukan bom bunuh diri.
Namun, Presiden Duterte menyinggung bahwa terdapat conflicting reports mengenai pelaku pemboman adalah orang asing. Presiden menyampaikan "Indonesian, while the looks of it … no part of the body can be found. It exploded. It’s really suicide (bombing)."
Berdasarkan hasil pendalaman KBRI Manila dan KJRI Davao, diperoleh informasi bahwa otoritas setempat yaitu PNP (Kepolisian Nasional Filipina) belum mengeluarkan hasil uji DNA serta gambar resmi hasil rekaman CCTV di lokasi ledakan, yang menyatakan bahwa kedua pelaku sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Ano adalah WNI.
Intelijen Filipina mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui dasar penyampaian informasi yang diberikan oleh Mendagri Ano tentang keterlibatan WNI pada bom bunuh diri. Saat dihubungi oleh KBRI Manila, NICA (National Intelligence Coordinating Agency) secara informal menyatakan keterbukaannya untuk melakukan joint investigation dengan pemerintah RI.
Berdasarkan catatan KBRI, berita keterlibatan WNI dalam aksi bom bunuh diri dan serangan teror sudah beberapa kali disampaikan pemerintah Filipina pada media massa tanpa ada dasar pembuktian dan hasil investigasi terlebih dahulu.
Tuduhan keterlibatan WNI pernah disampaikan pada saat peledakan bom di Kota Lamitan, Provinsi Basilan pada 31 Juli 2018 dan bom jelang tahun baru 2019 di Cotabato City atas nama Abdulrahid Ruhmisanti. Meski demikian, hasil investigasi menunjukkan tidak ada keterlibatan WNI dalam dua pemboman tersebut sebagaimana pernyataan aparat dan pemberitaan-pemberitaan media tersebut.
KBRI Manila akan meminta klarifikasi langsung melalui menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Filipina, serta mengirimkan nota verbal untuk meminta klarifikasi kepada pemerintah Filipina serta menyatakan keberatan karena tidak adanya notifikasi dari pemerintah Filipina mengenai dugaan keterlibatan WNI pada peristiwa serangan di Jolo.
*Selanjutnya di halaman kedua
Simak video pilihan berikut:
Lanjutan...
Perkembangan terkini adalah:
Pernyataan Wali Kota Jolo, Kherkar Tanah
Dalam sebuah wawancara dengan Inquirer tanggal 3 februari 2019, Wali Kota Tan menyampaikan bahwa telah mengajukan permohonan ke kelompok pegiat HAM lokal dan internasional untuk datang ke Jolo dan menginvestigasi pengeboman gereja tersebut. Walikota Tan mengatakan "saya meminta kelompok-kelompok HAM untuk datang kesini, melakukan sebuah pencarian fakta yang independen. Saya khawatir pengeboman itu dapat ditutup-tutupi."
Penduduk beserta keluarga korban yang meninggal dan terluka dalam ledakan ganda tersebut menolak untuk percaya pernyataan pejabat-pejabat pemerintah bahwa pengebom bunuh diri asal Indonesia yang mungkin telah melakukan serangan tersebut.
Pada tanggal 4 Februari 2019, Kepala Kepolisian Nasional Filipina (PNP), Chief Oscar D Albayalde memberikan keterangan pers bahwa Kammah L Pae seorang pria warga Jolo, yang diyakini pihak PNP sebagai tersangka utama dan juga adalah donatur peristiwa pengeboman di jolo telah menyerahkan diri bersama 4 orang lainnya:
• Albaji Kisae Gadjali, alias Awag
• Rajan Bakil Gadjali, alias Radjan
• Kaisar Bakil Gadjali, alias Isal
• Salit Alih, alias Papong
Kelima orang tersebut adalah anggota kelompok 22 personel Abu Sayyaf di bawah pimpinan Hatib Hajan Sawadjaan. Mereka menyerah karena operasi pengejaran besar-besaran yang dilakukan oleh kepolisian dan militer.
Kamah diyakini sebagai bagian dari anggota tim yang memandu para pelaku bom bunuh diri, yaitu pasangan Asia yang belum teridentifikasi pada tanggal 24 Januari tiba dengan menggunakan perahu di Jolo.
Kepala Kepolisian Filipina menyatakan masih menunggu hasil pemeriksaan DNA kedua tubuh yang belum teridentifikasi yang ditemukan di sekitar area katederal Jolo untuk mengonfirmasi teori mereka. Sampai saat ini belum ada hasilnya.
Advertisement