Minggu Berdarah Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik 8 Tahun Silam

Polisi membantah pihaknya kecolongan. Menurut Polisi jemaat Ahmadiyah diduga melakukan provokasi dalam peristiwa.

oleh RinaldoYusron Fahmi diperbarui 06 Feb 2019, 08:00 WIB
Tiga terdakwa penyerangan warga Ahmadiyah di Cikeusik saat menunggu giliran untuk disidangkan, di PN Serang, Banten, Selasa (26/4). (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Minggu, 6 Februari delapan tahun silam (2011) menjadi masa kelabu bagi Afif. Jemaah Ahmadiyah ini menjadi bulan-bulanan massa yang tiba-tiba menyerang dia bersama sejumlah jemaah lainnya di Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Beruntung, meski babak belur, Afif berhasil menyelamatkan diri dari amukan massa. Warga Kota Serang, Banten, ini mengalami luka memar di bagian bibir dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat, dan Politik Kabupaten Pandeglang Futoni menyebut, kericuhan antara warga Cikeusik dengan jemaah Ahmadiyah dipicu kedatangan sejumlah jemaah Ahmadiyah dari luar daerah. Warga tidak suka dengan tingkah laku para jemaah.

Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com mencatat, sebuah mobil dibakar massa, satu dimasukkan ke dalam jurang, dan satu rumah dirusak. Tak hanya itu, tiga orang dikabarkan meregang nyawa. 

Dalam video amatir yang terekam, Minggu (6/2/2011) sekitar pukul 10.30 itu, terlihat ratusan orang berkumpul di depan rumah yang diduga milik jemaah Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten.

Sejumlah polisi juga berada di lokasi, tapi tak mampu berbuat apa-apa. Jumlah massa yang besar membuat polisi tidak berkutik. Massa pun sulit dikendalikan dan tega menyiksa sejumlah anggota Ahmadiyah hingga tewas.

Meski begitu, polisi membantah pihaknya kecolongan. Menurut polisi, jemaat Ahmadiyah diduga melakukan provokasi dalam peristiwa.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam menyatakan, sehari sebelum (Sabtu) kejadian Polri telah mengevakuasi beberapa jemaah. Namun, pada Minggu, datang sejumlah jemaah Ahmadiyah dari Jakarta.

"Tanggal 5 sudah berhasil mengevakuasi Ismail Suparman bersama keluarganya. Tanggal 6, paginya jam 7 ada orang dari Jakarta. Sudah diimbau oleh Kapolsek agar mereka dievakuasi. Namun ditolak, mereka bersikeras," kata Anton kala itu, Selasa, 8 Februari 2011.

Bahkan, menurut Anton, saat diminta untuk dievakuasi, beberapa anggota jemaah Ahmadiyah mengeluarkan pernyataan dengan nada tinggi.

"Kalau polisi tidak mengamankan, kami bisa mengamankan diri sendiri. Sejumlah Jemaah Ahmadiyah juga keluar rumah dan berteriak ke arah warga yang datang, sehingga menimbulkan emosi warga.

Warga yang datang meminta agar rumah itu segera dikosongkan, "Jemaat Ahmadiyah menolak, sehingga terjadilah peristiwa penyerangan tersebut," tutur Anton.


Dihukum Ringan

Polisi menetapkan 12 terdakwa dalam kasus penyerangan dan pembunuhan tiga pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Dalam persidangan, mereka dijatuhi vonis beragam antara 3 sampai dengan 6 bulan penjara pada 28 Juli 2011.

Para terdakwa mendapat hukuman sangat ringan atas kejahatan mereka, termasuk untuk Dani bin Misra (17) tahun, yang dalam rekaman video yang beredar luas tampak memukul kepala salah satu korban dengan batu. Dani hanya dijatuhi hukuman tiga bulan kurungan.

Hukuman ringan juga diterima Idris bin Mahdani, salah satu penggerak aksi massa ke rumah pengikut Ahmadiyah yang menurut majelis hakim terbukti memiliki senjata tajam dan dikenai hukuman penjara lima setengah bulan.

Vonis rendah ini sebelumnya sudah diperkirakan karena tuntutan tertinggi jaksa hanya 7 bulan dalam sidang sebelumnya. Meski demikian, putusan hakim ini tetap mengejutkan kelompok pegiat HAM dan politikus di Indonesia.

"Bagaimana seorang pelaku yang menghilangkan tiga nyawa orang lain dihukum begitu ringan? Ini sama artinya dengan memberi sinyal toleransi atas tindak kekerasan," protes Eva Sundari, Anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Eva sempat mempertanyakan lemahnya tuntutan jaksa dalam kasus ini saat rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung pekan lalu, tapi tak mendapat jawaban memuaskan.

Menurutnya selain Kejaksaan, kepolisian adalah simpul terlemah dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama ketika menyangkut kasus intoleransi antarumat bergama.

"Saya akan membuat legal opinion untuk kasus ini, mendorong agar kuasa hukum Ahmadiyah banding dan akan menggalang dukungan politikus DPR agar ada advokasi untuk perkara ini," janji Eva.

Penyesalan juga diungkapkan organisasi HAM Human Rights Watch, yang menyebut vonis hakim sebagai "pesan menyeramkan" dunia peradilan Indonesia terhadap pencari keadilan kasus toleransi umat beragama.

"Saat video penyerangan Cikeusik dilihat publik, orang di seluruh dunia terkejut dan ngeri melihat kebiadaban penyerang yang menendang dan mengayunkan parang pada tiga orang sampai tewas," kata Deputi Direktur Human Rights Watch untuk kawasan Asia, Phil Robertson.

"Bukannya pelaku dijatuhi dakwaan pembunuhan atau dakwaan berat lain, jaksa malah membikin dakwaan menggelikan dengan tuntutan super ringan. Sidang Cikeusik mengirim pesan mengerikan terhadap serangan pada kelompok minoritas seperti Ahmadiyah. Hari yang menyedihkan untuk keadilan di Indonesia," ujar dia. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya