Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi menanggapi terkait pidato kampanyenya yang menyebut ada timses yang menggunakan 'propaganda Rusia'.
Istilah 'propaganda Rusia' itu menurut Jokowi adalah bukan urusan negara tetapi terminologi dari artikel RAND Corporation yang berjudul 'The Russian 'Firehouse of Falsehood' Propaganda model pada 2016.
Advertisement
"Iya ini kita tidak bicara mengenai negara, bukan negara Rusia, tapi terminologi dari artikel di RAND Corporation. Sehingga ya memang tulisannya seperti itu, bahwa yang namanya semburan kebohongan. Semburan dusta, semburan hoaks itu bisa mempengaruhi dan membuat ragu dan membuat ketidakpastian," kata Jokowi di Jakarta Selatan, Selasa 5 Februari 2019.
Biasanya, kata Jokowi, pernyataan tersebut dipakai untuk negara-negara yang tanpa dukungan data pasti. Dia pun menegaskan pernyataannya bukan urusan negara.
"Sekali lagi ini bukan urusan negara kita Indonesia dan Rusia, bukan. Saya dengan Presiden Putin sangat-sangat baik hubungannya," tegas Jokowi.
Sebelumnya, saat menghadiri deklarasi Forum Alumni Jatim di Tugu Pahlawan Surabaya Jawa Timur, Sabtu 2 Februari 2019, Jokowi ingin kontestasi Pilpres 2019 diisi dengan cara berpolitik yang mendidik dan memberikan edukasi positif kepada masyarakat.
Namun, kenyataannya dalam pesta demokrasi ini masih banyak bertebaran hoaks dan fitnah di media sosial.
"Cara berpolitik yang penuh etika, tata krama, penuh keadaban, sopan, dan santun," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, banyaknya hoaks yang bertebaran di medsos karena adanya tim sukses (timses) yang melakukan propaganda ala politik Rusia. Propaganda itu disebut untuk menyebarkan fitnah dan hoaks kepada masyarakat.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pernyataan Kedubes Rusia
Sebelumnya Kedutaan Besar Rusia di Jakarta menyampaikan pernyataan terkait pernyataan Jokowi terkait propaganda Rusia.
"Sebagaimana diketahui istilah 'propaganda Rusia' direkayasa pada tahun 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden. Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," kata cuitan akun resmi Kedutaan Rusia @RusEmbJakarta.
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," kata Kedutaan Rusia.
Laporan dari tim ahli di Amerika Serikat Desember lalu menyatakan campur tangan Rusia pada pilpres AS 2016 menyebar melalui media sosial. Laporan yang dirilis oleh Senator dari kubu Demokrat dan Republik itu mengatakan campur tangan Rusia di media sosial itu termasuk upaya untuk memecah belah rakyat Amerika berdasarkan ras dan ideologi ekstrem.
Dikutip dari laman Reuters bulan lalu, menurut tim pengamat media sosial New Knowledge dan tim dari Universitas Oxford beserta firma Graphika, Badan Peneliti Internet dari pemerintah Rusia yang bermarkas di St Petersburg, berusaha memanipulasi politik di Amerika pada masa kampanye pilpres bahkan sampai saat ini.
"Data yang baru dirilis ini memperlihatkan betapa agresifnya Rusia untuk memecah belah rakyat Amerika berdasarkan ras, agama, dan ideologi," kata Richard Burr, ketua Komite Intelijen Senat dari kubu Partai Republik.
Sumber: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement