Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) bertemu petani tebu di Istana Negara, Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, para petani menyampaikan sejumlah keluhan mulai dari rendahnya harga hingga penutupan pabrik gula.
"Petani tebu hari-hari ini alami agak sulit menjual gula kami di pasar. Alhamdulillah dalam kondisi begitu, bapak perintahkan Bulog untuk membeli gula petani Rp 9.700 tapi ini masih di bawah BPP (biaya pokok produksi) kami," kata salah satu petani tebu, Sumitro Samadikun di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Sumitro menuturkan, idealnya Bulog membeli gula petani dengan harga Rp 10.500 per kg sesuai biaya pokok produksi.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, petani juga mengeluhkan sikap Bulog yang hanya membeli gula petani yang berafiliasi dengan BUMN dengan harga Rp 9.700 per kg. Sementara gula yang diproduksi petani biasa hanya dihargai Rp 9.000 per kg.
"Apa yang dilakukan Bulog belum menyentuh seluruh petani," ujar dia.
Sumitro juga menyinggung kebijakan pemerintah yang mengimpor gula. Menurut dia, kebijakan tersebut menjadi salah satu pemicu jatuhnya harga gula dalam negeri.
"Impor masih diperlukan. Namun, saat stok gula masih ada, sementara tidak impor sampai produk kami 2019 bisa masuk pasar," ucapnya.
Reporter:Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Berharap Bangun Pabrik Gula Modern
Selain itu, beberapa pabrik gula mulai ditutup dengan harapan petani tebu beralih ke pabrik gula modern.
Sumitro berharap, pemerintah meninjau kembali kebijakan tersebut. Pemerintah juga diminta terlebih dahulu membangun pabrik gula modern sebagai percontohan sebelum menutup pabrik lama.
"Kami mohon sebelum ditutup, diberikan contoh dibangunnya pabrik gula yang baru dan modern. Sehingga keuntungan bisa kembali ke petani. Baru pas pabrik berdiri, pabrik yang lama bisa ditutup," kata dia.
Berbeda dengan Sumitro, Harmanois yang merupakan petani tebu Lampung mengaku kecewa tidak meratanya bantuan sosial dari pemerintah. Sumitro terakhir kali mendapat bantuan berupa pupuk dan alat pertanian tebu pada 2014 lalu.
"Ini saja karena 3 tahun enggak nyampe (bantuan sosial) karena ada kebijakan harus ada sertifikasi bibit sedangkan perusahaan di Lampung tidak pernah keluarkan sertifikat itu," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement