Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten menerbitkan saham baru untuk mendapatkan dana segar. Perolehan dana itu dengan menawarkan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau private placement. Selain itu juga ada dengan HMETD atau rights issue.
Salah satu emiten yang akan menerbitkan saham baru yaitu PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI).
Operator taksi Express ini akan menerbitkan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau private placement sebanyak 10 miliar saham dengan nilai nominal Rp 100. Jumlah itu sebanyak-banyaknya 466,07 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan.
Adapun harga pelaksanaan penerbitan saham sebesar Rp 100. Penerbitan saham baru itu terkait konversi utang obligasi I Express Transindo Utama tahun 2014 senilai Rp 1 triliun menjadi saham perseroan dan penerbitan obligasi konversi. Ini sebagai pelaksanaan keputusan Rapat Umum Pemegang Obligasi I pada 11 Desember 2018.
Baca Juga
Advertisement
Saham baru yang diterbitkan akan dikonversikan secara bertahap. Pada tahap pertama sebesar Rp 400 miliar atau 4 miliar saham yang akan dilakukan setelah perseroan memperoleh persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 8 Februari 2019.
Kedua, konversi tahap kedua berupa penerbitan obligasi konversi sebesar Rp 600 miliar. Sisa obligasi konversi per 31 Desember 2020 dapat ditukar menjadi sebanyak-banyaknya 6 miliar saham.
Dengan pelaksanaan aksi korporasi ini, perseroan mengarapkan dapat menyelesaikan kewajiban atas bunga tertunggak, denda keterlambatan serta pelunasan pokok obligasi yang akan jatuh tempo pada 24 Juni 2019.
"Selain itu, kondisi kinerja keuangan perseroan yang belum membaik, serta menurunnya nilai aset jaminan obligasi berdasarkan laporan terakhir dari penilai independen menjadi faktor penyebab ketidakmampuan perseroan untuk memenuhi kewajibannya sekarang dan tahun depan,” tulis keterangan perseroan dalam laman BEI.
Per 4 Februari 2019, pemegang obligasi perseroan antara lain investor institusi 47 dengan nilai obligasi Rp 847,50 miliar dan investor individu sebanyak 324 dengan nilai obligasi Rp 152,50 miliar.
Pemegang obligasi yang berhak berpartisipasi dalam private placement ini merupakan pemegang obligasi yang namanya tercatat dalam daftar pemegang obligasi pada penutupan perdagangan 7 Februari 2019.
Sebelum aksi korporasi ini, pemegang saham perseroan antara lain PT Rajawali Corpora sebesar 51 persen, Direktur PT Express Transindo Utama Tbk Megawati Affan sebesar 0,01 persen dan masyarakat sebesar 48,99 persen.
Perseroan mengharapkan surat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat dilakukan pada 18 April 2019. Aksi korporasi untuk private placement dengan konversi tahap I dilakukan pada 30 April 2019. Sedangkan konversi tahap II dilakukan pada 31 Desember 2020.
Berdasarkan keterangan perseroan di BEI, pemegang saham perseroan usai private placement dan konversi tahap I antara lain PT Rajawali Corpora sebesar 17,81 persen, masyarakat 17,10 persen dan konversi tahap I sebesar 65,09 persen.
Kemudian konversi tahap II dilaksanakan termasuk penjualan aset jaminan obligasi, pemegang saham perseroan antara lain PT Rajawali Corpora sebesar 13,76 persen, masyarakat 13,22 persen, konversi tahap I sebesar 50,31 persen dan konversi tahap II masuk obligasi konversi sebesar 22,71 persen.
Analis PT Artha Sekuritas Indonesia, Frederik Rasali menuturkan, penawaran saham baru dengan rights issue dan private placement bisa menjadi cara efektif untuk mendapatkan dana segar dengan catatan pasar bisa menyerap.
Adapun pelaksanaan aksi korporasi yang dilakukan oleh PT Express Transindo Utama Tbk, menurut Frederaik dapat didorong sejumlah alasan. Misalkan mencari dana. Ini karena rasio debt to equity atau rasio utang terhadap ekuitas sudah melewati batas yang ditentukan perbankan sehingga perusahaan tidak bisa mendapatkan kredit.
"Dengan ada rights issue, (private placement-red), tidak hanya mendapatkan dana tetapi juga memperbaiki rasio DER yang akhirnya perusahaan dapat kredit lagi dari bank," ujar Frederik saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Kamis (7/2/2019).
Selain itu, menurut Frederik juga bisa mendapatkan partner bisnis. Dengan investor baru masuk ke dalam perusahaan dapat juga diuntungkan melalui pembagian teknologi, pasar dan sinergi lainnya.
"Ada juga yang tujuannya meningkatkan likuiditas saham di pasar modal karena jumlah saham beredar makin banyak," kata dia.
Selain PT Express Transindo Utama Tbk, ada sejumlah emiten yang menggelar rights issue dan private placement.
Emiten Lainnya
Liputan6.com, merangkum sejumlah emiten gelar aksi korporasi penawaran saham baru dengan dan tanpa HMETD antara lain:
PT Kirana Megatara Tbk (KMTR), perusahaan bergerak di bidang perindustrian terutama karet ini melepas 1,1 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp per saham.
Jumlah saham tersebut 12,52 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Mekanisme yang digunakan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).
Setiap pemegang 13.969 saham berhak atas 2.000 HMETD. Harga pelaksanaan Rp 530 per saham. Jadi total dana yang diraup Rp 583 miliar dari HMETD.
Dana rights issue antara lain sekitar 45 persen untuk pengambilalihan saham PT Bintang Agung Persada lewat anak usaha KMTR yaitu PT Kirana Musi Persada. Sisanya untuk memperkuat struktur permodalan.
PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), perusahaan properti dan perhotelan ini juga melepas saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.Perseroan akan melepas saham sebanyak-banyaknya 7,18 miliar saham dengan nilai nominal Rp 96. Tak hanya itu, perseroan juga melepas 1,79 miliar waran.
Dalam pelaksanaan aksi korporasi ini, Brentfield Investments Limited dan PT Jasa Puri Medikatama bertindak sebagai pembeli siaga.Dana hasil rights issue antara lain untuk pengambilalihan obligasi wajib konversi PT Anugerah Mitra Lestari yang dimiliki oleh Brentfield yang dapat dikonversikan menjadi 95,24 persen saham dengan PT Anugerah Mitra Lestari.
Selain itu, pengambilalihan obligasi wajib konversi PT Indo Udang Mas Lestari yang dimiliki oleh Tumaco Pte Ltd yang dapat dikonversikan menjadi 80 persen saham Indo Udang Mas Lestari. Sisanya pengambilalihan tanah seluas kurang lebih 19 hektar di Desa Megamendung yang dikuasai oleh PT Jasa Puri Medikatama, dan sisanya untuk modal kerja dan pengembangan usaha.
Selanjutnya ada PT Renuka Coalindo Tbk (SQMI), perusahaan bergerak di usaha perdagangan ini menawarkan 18,82 miliar saham dengan nilai nominal Rp 250. Angka ini merupakan 98,43 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan.
Setiap pemegang 50.000 saham lama berhak atas 3.125.693 HMETD. Setiap pemegang satu HMETD berhak untuk membeli satu saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 250. Dana yang akan diterima dari rights issue ini sekitar Rp 4,7 triliun.
Yang menjadi pembeli siaga yaitu Wilton Resources Holdings Pte Ld. Renuka Energy Resource Holdings sebagai pemegang saham utama tidak akan melaksanakan HMETD yang dimilikinya.
Oleh karena itu, masuknya Wilton Resources Holding, perusahaan investasi asal Singapura ini wajib memenuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 9/POJK.04/2018 soal pengambilalihan perusahaan terbuka.
Selain rights issue, ada sejumlah emiten yang melepaskan saham baru tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau private placement. Salah satunya PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY).
Perseroan yang bergerak di usaha jasa, pembangunan dan perdagangan yang berhubungan dengan properti ini melepas 10 persen saham dari modal disetor sebesar 818.750.000. Harga saham ditentukan Rp 293 per saham. Dana hasil private placement digunakan untuk membeli tanah di Maja, Kabupaten Lebak.
Advertisement
Selanjutnya
PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), perusahaan tambang, melepas saham baru sebanyak-banyaknya 2,64 miliar saham dengan nilai nominal Rp 20 atau 10 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan.
Penambahan modal itu tanpa hak memesan efek terlebih dahulu. Dana hasil private placement akan digunakan untuk memperkuat modal dan menambah jumlah saham yang beredar di publik. Adapun setelah pelaksanaan private placement, persentase kepemilikan saham masing-masing pemegang saham akan turun 9,09 persen.
Untuk melaksanakan aksi korporasi, perseroan akan minta restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Selasa 26 Februari 2019.
Selain itu, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) akan menambah modal dengan melepas saham tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).
Perseroan akan mengeluarkan 416,46 juta saham atau maksimal 10 persen dari jumlah modal ditempatkan dan disetor dalam perseroan.
Dana hasil private placement ini digunakan untuk belanja modal, pembayaran kembali seluruh atau sebagian kewajiban keuangan, modal kerja dan rencana investasi.
Selain itu, dengan melepas saham baru ini dapat meningkatkan jumlah saham yang dikeluarkan perseroan sehingga meningkatkan likuiditas perdagangan saham perseroan.
Adapun harga pelaksanaan penerbitan saham perseroan sekurang-kurangnya paling sedikit 90 persen dari rata-rata harga penutupan saham perseroan dalam 25 hari. Harga penutupan saham perseroan per 30 Januari 2019 sebesar Rp 3.390.
Untuk melaksanakan aksi korporasi ini, perseroan akan minta persetujuan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 11 Maret 2019.
Sebelum aksi korporasi ini, pemegang saham perseroan antara lain PT Saratoga Investama Sedaya sebesar 20,76 persen, PT Mitra Daya Mustika sebesar 14,16 persen, Garibaldi Thohir sebesar 8,76 persen, PT Suwarna Arta Mandiri sebesar 7,04 persen, Pemda Kabupaten Banyuwangi sebesar 5,5 persen dan masyarakat sebesar 43,78 persen.
Saksikan video pilihan di bawah ini: