Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku bersykur dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen. Meski diakui angka tersebut jauh dari angka target selama kampanye yakni sebesar 7 persen.
Jokowi mengingatkan jika sebagai salah satu anggota G20, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi konsisten.
"Ya patut kita syukuri. Alhamdulillah, 5,17 itu sebuah angka yang baik kalau dibandingkan negara-negara lain. Bandingkan dengan negara-negara lain, yang G20 loh ya," jelas dia di JIExpo, Jakarta, Kamis (7/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Pencapaian ini tidak terlepas dari angka inflasi yang sampai akhir tahun juga terkendali pada angka 3,13 persen. Serta PDB yang meningkat menjadi lebih dari USD 1 triliun.
"Kita jangan kufur nikmat, kalau diberi kenikmatan pertumbuhan ekonomi yang di atas 5 Alhamdulillah disyukuri," tegas dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 cukup bagus. Hal itu selaras dengan kondisi ekonomi dunia yang sampai saat ini penuh dengan gejolak.
Baginya, tidak banyak negara di dunia ini yang mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonominya. Namun, pada kenyataannya Indonesia mampu menjaga tren positif ini.
"Cukup puas, dalam arti dalam situasi yang ada. Tapi kita kan sebenarnya lebih puas kalau 7 persen,gimana sih. Jadi jangan nanya cukup puas atau tidak," kata Darmin di Istana Kepresidenan, Rabu (6/2/2019).
Bagi Darmin, sebenarnya pemerintah bisa saja meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih dari sekarang, tergantung dari alokasi belanja pemerintah. Hanya saja hal itu akan beresiko terhadap jangka panjangnya.
Saat ini, pemerintah tengah fokus dalam pembangunan infrastruktur, karena ini adalah dasar untuk modal pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang.
BPS: Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen pada 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV-2018 sebesar 5,18 persen secara year on year (yoy). Angka ini naik tipis jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 yang hanya 5,17 persen.
Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi dari kuartal I-IV 2018 mencapai 5,17 persen. Namun, secara kuartal ke kuartal, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun sebesar 1,69 persen.
"Ekonomi indonesia tumbuh 5,18 persen kalau dibandingkan kuartal IV-2017. Jadi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 5,18 persen dibandingkan kuartal III-2018 kuartal ke kuartal (q to q) minus 1,69 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Rabu (6/2/2019).
Suhariyanto menjelaskan, laju pertumbuhan kuartal IV-2018 ini juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2017 sebesar 5,19 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen jauh lebih baik sejak 2014.
Baca Juga
"Dengan pertumbuhan ekonomi indonesia 5,18 persen maka sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen. Ini tren yang bagus sekali terbaik sejak tahun 2014 ke depan banyak kebijakan ekonomi Indonesia lebih bagus di tengah ekonomi global tidak tentu arahnya," tutur dia.
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 hanya mencapai 5,01 persen. Kemudian, untuk 2015 menurun menjadi 4,88 persen. Di 2016 menunjukan kenaikan kembali sebesar 5,03 persen, dan pada 2017 mencapai sebesar 5,07 persen.
"Saya akan bilang 5,17 sepanjang 2018 capaian yang cukup menggembirakan," ujar dia.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir prediksi, pertumbuhan ekonomi pada 2018 capai 5,2 persen.
"Karena 3 triwulan tahun 2018 saja sudah 5,17 persen. Dengan perkiraan pertumbuhan triwulan IV sebesar 5,2 persen maka pertumbuhan 2018 mendekati kisaran 5,2 persen," ujar Iskandar melalui pesan singkat, Jakarta, Senin 4 Februari 2019.
Iskandar mengatakan, faktor pendukung pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 adalah konsumsi dan investasi. Sementara itu ekspor belum terlalu menggeliat disebabkan oleh perlambatan yang terjadi selama beberapa bulan.
"Kalau ekspor mesti di nett kan dengan impor yang hasilnya mendekati 0. Jadi kalaupun ekspor melambat tapi nett nya hampir 0. Dengan melihat perkembangan tersebut dan pertumbuhan konsumsi 5,1 persen akibat pilpres dan pileg," kata dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement