Ini Alasan DPR Atur Sekolah Agama Non Formal di RUU Pesantren

Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani melakukan audiensi bersama Badan Musyawarah Antar Gereja hingga lembaga pendidikan agama Kristen guna membahas pengaturan tentang lembaga agama non formal di RUU Pesantren.

oleh Ika DefiantiLiputan6.com diperbarui 07 Feb 2019, 19:44 WIB
Fungsi dan Kewenangan BNN Jadi Pembahasan Panja RUU Narkotika

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menegaskan pihaknya telah melakukan audiensi untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama. Audiensi itu dilakukan salah satunya dengan Badan Musyawarah Antar Gereja hingga lembaga pendidikan agama Kristen.

"Salah satu yang berikan masukan adalah Bamak, yaitu badan musyawarah antargereja yang mnghimpun lembaga pendidikan lintas gereja temasuk Kristen Ortodok," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/2/2019).

"Akhirnya mereka ketemu kami, gimana bikin seminar, ini kan seminar paling ramai. Awalnya kami undang 150-200 orang yang datang 260 orang. 100 orang dari Kristiani dan Hindu. Sebagian dari pengasuh ponpes DKI, Banten, Jabar. Ini cara jaring masukan," sambungnya.

Sebagai salah satu partai pengagas RUU Pesantren tersebut Arsul merasa perlu untuk melakukan audeinsi dengan masyarakat. Audiensi itu dilakukan untuk mengakomodir pendidikan agama non formal.

"Walaupun seperti madrasah aliyah, ibtidaiyah, tsanawiyah, tunduk pada sisdiknas. Tapi ini kan yang informal, dalam Islam ada Madrasah Diniyah dalam Islam, TPQ, Raudhatul Athfal. Itu yang kami ingin atur nonformal," ungkapnya.

 


RUU Pesantren Untuk Lembaga Non Formal

Dia juga menjelaskan seberapa pentingnya pengaturan tentang lembaga agama nonformal di RUU Pesantren. Menurutnya pengaturan itu bisa menjadi sarana strategis mencegah bibit-bibit radikalisme secara dini.

"Kenapa diatur dengan UU? Agar negara hadir karena lembaga pendidikan keagamaan adalah sarana strategis pencegahan ajaran radikal, program kontra radikalisasi. Jadi nyambung dengan UU Terorisme," ucapnya.

Sebelumnya, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) keberatan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang baru saja di sahkan untuk masuk dalam UU Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka mengkritisi pasal yang mengatur tentang sekolah minggu dan katekisasi yang terdapat pada Pasal 69 dan Pasal 70.

"Nampaknya RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan non-formal melalui kegiatan pelayanan di gereja," kata Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/10).

 

Reporter: Sania Mashabi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya