Liputan6.com, Jakarta RUU Permusikan tiba-tiba menjadi topik bahasan yang ramai dibicarakan sejak seminggu terakhir. Gongnya, bisa dibilang adalah perang kata-kata antara Jerinx SID dan Ashanty yang menghiasi media massa.
Namun sebelum ribut-ribut antara penggebuk drum dan istri Anang Hermansyah ini menjadi santapan publik, RUU Permusikan sebenarnya merupakan isu yang berkembang sejak lama.
Dilansir dari situs resmi DPR, hal ini diawali dari Kaukus Parlemen Anti Pembajakan yang diinisiasi oleh Anang Hermansyah bersama sejumlah anggota DPR lintas fraksi pada Maret 2015. "Saat itu kita keliling ke berbagai pihak. Mulai Presiden, Kapolri, Jaksa Agung termasuk on the spot ke Glodok terkait dengan pemberantasan pembajakan di ranah musik," tutur Anang dalam pernyataannya yang dikutip situs DPR.
Dari sini, muncul gagasan untuk membuat regulasi tentang tata kelola musik, dan akhirnya dipilih dalam bentuk RUU Permusikan.
Baca Juga
Advertisement
Mengendap dua tahun, topik ini muncul kembali pada April 2017, saat Anang menyerahkan naskah akademik Permusikan secara resmi ke Pimpinan Komisi X DPR RI. DPR lantas mengadakan audiensi dengan pelaku musik yang bergabung dengan Konferensi Musik Indonesia atau KAMI, pada Juni, tahun yang sama.
"Pada saat itu tujuannya adalah dengar pendapat umum. Mulai dari Bob Tutupoli sampai Young Lex ada di situ," tutur Glenn Fredly yang kala itu ikut hadir, dalam sebuah vlog dengan Anji.
Dalam pernyataan tertulisnya, Anang menyebutkan bahwa DPR lantas memutuskan bahwa RUU Permusikan diusulkan oleh Badan Legislasi DPR, melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) yang berisi para ahli dan birokrat DPR. Pada Sidang Paripurna DPR 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019.
Pasal Karet
Sekilas, semangat RUU Permusikan terbilang sangat berpihak pada para musisi sekaligus memberi keuntungan kepada negara. “Bukan hanya memastikan setiap musisi mendapatkan hak atas setiap karya ciptanya, RUU Permusikan juga bisa memastikan setiap musisi yang sudah menerima haknya tidak melupakan kewajibannya membayar pajak," tutur Ketua DPR RI Bambang Soesatyo seperti dilansir dari www.dpr.go.id.
Nyatanya, yang terjadi justru muncul penolakan dari sejumlah musisi terkait RUU Permusikan ini. Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan--gerakan penolakan terhadap RUU ini yang berisi sejumlah musisi--menyebut ada 19 pasal bermasalah dalam rancangan ini. Mulai dari permasalahan redaksional, tidak jelas "siapa" dan "apa" yang diatur dalam regulasi ini, hingga ancaman terhadap kebebasan berekspresi.
Salah satu yang paling disorot, adalah pasal 5 yang berisi larangan bagi para musisi. Mulai dari membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif.
Begitu pula pasal 18, yang menyebutkan "Pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Ada pula pasal yang mengatur uji kompetisi para musikus. Sejumlah musisi menilai pasal-pasal ini bisa membatasi kreativitas, bahkan mematikan musikus di jalur indie yang tidak disokong label atau pendanaan yang besar.
Advertisement
Pro Kontra
Sejumlah musikus pun menggeliat melakukan perlawanan. Sebagian bergabung dalam kelompok yang dinamakan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Beberapa di antaranya adalah Arian Arifin dari Seringai, Jerinx SID, Endah N Rhesa, Rara Sekar eks Banda Neira, dan lainnya.
"Kami merasa tidak ada urgensi bagi DPR dan pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya untuk menjadi undang-undang. Sebab, naskah ini menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik," kata koalisi tersebut dalam pernyataan tertulis, Senin (4/2/2019).
Koalisi ini menolak penuh isi dan substansi pasal tersebut. "Kami menolak RUU ini, kami menolak full bukan merevisi, kami menolak karena kami tidak bisa melihat apa pun yang behubungan dengan tata kelola yang baik dalam RUU ini. Kalau mau, drop RUU ini sebelum masuk paripurna, lalu kita ulang dari awal melibatkan semua pihak. Baru kita bicara semua tata kelola," kata Rara Sekar.
Para musikus, ternyata tak satu suara. Ada yang setuju RUU Permusikan ini tetap dilanjutkan, tapi dengan melalui revisi. Salah satunya Glenn Fredly.
Pelantun "Januari" ini merasa wacana soal RUU Permusikan harusnya lebih didorong kepada industri musik yang masih abu-abu. "Kalau yang hari ini diramaikan tentang pasal tertentu, menurut gua ini enggak jadi masalah. Awal pun begitu kita dapet, udah gua tolak, gua enggak setuju. Bahwa yang harus didorong adalah tata kelola industrinya," tutur Glenn Fredly kepada Anji.
Anang sendiri, mengaku tak setuju dengan sejumlah poin di RUU ini. "Pasal lima, kebebasan bereskspresi, itu perlu didiskusikan kembali. Aku enggak setuju. Mana mau aku kebebasan berekspresiku...pada saat aku merancang lagu 'Aduh ini enggak bisa, ini enggak bisa," kata Anang.
Catatan Penting RUU Permusikan
Industri kreatif Indonesia, kini tengah mencoba untuk dibangkitkan. Hal ini, tentu patut didukung dengan regulasi yang bakal mendorong industri ini agar bisa lebih melesat. Nah, soal RUU Permusikan, niat baik saja tak cukup. Sejumlah pasal yang terkandung dalam undang-undang ini memang merugikan sebagian kalangan musikus, yang justru hendak dimakmurkan oleh RUU ini.
Untungnya, perjalanan RUU Permusikan masih cukup panjang. Di tingkat ini, belum terlambat untuk membongkar pasal-pasal yang dinilai bermasalah. DPR seharusnya merangkul para pemangku kepentingan dari berbagai kalangan di industri musik, untuk memastikan kelanjutan RUU ini.
Satu hal yang harus digarisbawahi, jangan sampai ramainya pembahasan tentang RUU Permusikan dimanfaatkan sebagai kendaraan politik yang justru bakal makin memancing keriuhan yang tak perlu.
Advertisement