Liputan6.com, New Delhi - Sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, India memikat hati banyak platform teknologi komunikasi untuk menempatkan bisnisnya di sana.
Tidak terkecuali aplikasi berkirim pesan WhatsApp, yang berhasil meraih pasar terbesar dalam sektor terkait. Platform ini memiliki basis yang kuat di India, bahkan seringkali terlalu kuat.
Tahun lalu, sebagaimana dikutip dari CNN pada Kamis (7/2/2019), serentetan tindak persekusi yang dipicu hoaks viral, menempatkan WhatsApp pada perdebatan tentang disinformasi di negara yang memberinya lebih dari 200 juta pengguna loyal.
Kini, risiko serupa semakin menjadi tantangan nyata ketika India bersiap menggelar pemilu terbesar di dunia, antara April dan Mei mendatang.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai antisipasi, WhatsApp telah menempatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk membersihkan platform-nya menjelang pemilu, di mana lebih dari 800 juta orang India berhak memilih.
Penempatan teknologi ini juga memperingatkan partai-partai politik India agar tidak menyebarkan kabar bohong yang bermotivasi politik.
Aplikasi yang dimiliki oleh Facebook itu menggunakan teknologi AI untuk mendeteksi, dan juga melarang, akun yang menyebarkan "konten bermasalah" melalui pesan massal, katanya dalam sebuah pernyataan pada Rabu 6 Februari.
Sebanyak lebih dari 6 juta akun penyebar kabar bohong berhasil dideteksi secara global berkat penggunaan AI, dalam tiga bulan terakhir.
Sistem tersebut memantau dan menandai perilaku mencurigakan, seperti pendaftaran massal dari akun dan pengguna sama, yang mengirim banyak pesan dalam waktu singkat.
"Upaya-upaya ini sangat penting selama pemilihan umum di mana kelompok-kelompok tertentu mungkin berusaha mengirim pesan dalam skala besar, yang bisa saja berisi sabotase atau ujaran kebencian," kata WhatsApp dalam sebuah pernyataan.
Turut Memperingatkan Partai-Partai India
WhatsApp juga telah memperingatkan partai-partai politik India, bahwa akun mereka dapat diblokir jika mereka mencoba menyalahgunakannya selama kampanye.
"Kami melihat bagaimana pihak-pihak berusaha menjangkau orang-orang melalui WhatsApp, dan dalam beberapa kasus, menggunakan layanan untuk hal-hal yang tidak dibenarkan," kata Carl Woog, juru bicara WhatsApp India.
"Kami telah terlibat dengan partai-partai politik untuk menjelaskan pandangan perusahaan kami, bahwa WhatsApp bukan platform siaran dan bukan tempat untuk mengirim pesan dalam skala besar, dan untuk menjelaskan kepada mereka bahwa kami akan melarang akun yang terlibat dalam perilaku (mencurigakan)," dia menambahkan.
Simak video pilihan berikut:
Gerak Aktif WhatsApp
Perdana Menteri India Narendra Modi, seorang pengguna media sosial yang produktif, sedang mencari masa jabatan kedua ketika negara itu bersiap menggelar pemungutan suara dalam beberapa bulan mendatang.
Facebook, Twitter, dan WhatsApp digunakan secara luas oleh partai penguasa, Bharatiya Janata, dan juga para pesaingnya selama pemilu terakhir India pada 2014, dan diperkirakan akan memainkan peran yang lebih besar kali ini.
Namun reputasi WhatsApp di India, pasar global terbesarnya, telah dilemahkan oleh kekerasan massa dan penyebaran informasi yang salah pada platformnya.
Tahun lalu, WhatsApp berusaha membendung kabar palsu dengan memberi label pesan yang diteruskan, dan memberlakukan batasan jumlah obrolan simultan yang dapat diteruskan via layanannya.
Perusahaan itu juga mencoba meningkatkan kesadaran tentang informasi yang salah dengan mengeluarkan iklan surat kabar, radio dan televisi, menargetkan ratusan juta orang India.
Kampanye, yang berjudul "Berbagi Kegembiraan, Bukan Rumor" itu, akan turut diluncurkan ke negara-negara lain, termasuk Brasil dan Indonesia.
Advertisement