Liputan6.com, Jakarta - Wacana motor masuk tol yang beberapa waktu ini berkembang menuai pro dan kontra. Yamaha, salah satu pabrikan motor terbesar di Indonesia, setuju hal itu.
Tentu saja sebagai pelaku industri, mereka hanya bisa menunggu apa yang sudah ditetapkan pemerintah. Apalagi merek berlambang garpu tala ini, masih berharap adanya keuntungan dari bertambahnya populasi motor.
Advertisement
Hal ini diungkapkan oleh Dyonisius Beti Executive Vice President PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) beberapa waktu lalu.
“Motor sport kami baru keluarkan R25, sebelumnya R15. Sekarang kami lagi menunggu apakah pemerintah mengizinkan perubahan pajak atau tol. Kalau motor 250 cc ke atas bisa masuk tol, itu lebih bagus,” jelasnya.
Meski berharap motornya laris, Yamaha ternyata masih menekankan perlunya perhatian seksama sebelum menyajikan skema jalan tol untuk motor ini di berbagai wilayah Indonesia.
“Kami tentunya mendukung pemerintah. Namun juga harus hati-hati jika motor masuk tol. Seharusnya, tidak semua motor masuk jalan tol. Karena keselamatan pengendara sangat penting,” tutur Dyon.
Maksud Dyon, harus ada pembatasan jelas jenis motor yang diizinkan masuk ke jalur berkecepatan tinggi itu. Pun dengan pengendara yang dibolehkan untuk melajukan kuda besinya di jalan tol. Haruslah memiliki kompetensi yang baik dan memiliki wawasan serta legalitas untuk melintas.
“Di negara maju, konsumen sudah terdidik dengan baik. Surat izin mengemudi baik. Dengan hal itu, otomatis kemampuan berkendaranya bagus. Biasanya kalau kita lihat di tol-tol Amerika, Eropa, motor kan boleh masuk. Tapi pengendaranya benar-benar perhatian dengan safety dan disiplin.
Selanjutnya
Untuk diketahui, di Indonesia sudah ada jalan tol yang bisa diakses oleh masyarakat pengguna motor. Adalah ruas tol Bali dan Suramadu.
Namun kedua jalan tol itu memiliki jalur khusus yang memisahkan ruang jalan untuk mobil dan motor. Dengan konsep ini, tak perlu ada pembatasan kapasitas mesin maupun tenaga dari motor untuk melintasi jalan tol, sebab mereka tak perlu mengikuti kecepatan mobil. Penerapan konsep inipun membutuhkan investasi lebih pada sektor infrastruktur tol yang sudah ada.
Konsep kedua, seperti yang digunakan beberapa negara maju. Yakni menggabungkan motor dan mobil pada satu lintasan.
Namun pada jenis tol ini, biasanya ada regulasi tambahan, berupa pembatasan performa minimum motor, kecepatan rata-rata yang harus bisa dijalani dengan stabil, hingga kompetensi pengemudi yang dilihat dari kelayakan SIM-nya. Konsep kedua inilah yang sepertinya diyakini Yamaha lebih visible untuk diaplikasikan pada kondisi Indonesia.
“Kami bersiap untuk transisi ini, memang belum tahu kapan terjadinya, namun kemungkinan potensinya akan seperti ini,” tutup Dyon sambil berharap.
Sumber: Oto.com
Advertisement