Bos BI Sebut Rupiah Masih Terlalu Murah

Rupiah diperkirakan masih menguat asal didukung dengan berbagai indikator yang ada.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Feb 2019, 16:01 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menggelar konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/1). Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah tipis pada perdagangan  Jumat (8/2/2019).

Pada Jumat pagi, rupiah dibuka di level 13.975 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di 13.972 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg, rupiah masih lanjutkan pelemahan usai pembukaan. Tercatat, saat ini nilai tukar rupiah berada di 13.990 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan rupiah melemah terhadap dolar AS dari posisi 13.978 pada Kamis 7 Februari menjadi 13.992 per dolar AS pada Jumat 8 Februari 2019.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir masih terlalu murah (undervalue).

Dengan demikian, rupiah ke depan diperkirakan masih bisa menguat dengan berbagai indikator yang ada.

"Kalau kami hitung dengan hitungan fundamental nilai tukar masih undervalue (terlalu murah). Baik hitungan dari inflasi yang rendah dan prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan juga kondisi neraca pembayaran juga baik," kata Perry saat ditemui di Komplek Masjid BI, Jakarta, Jumat pekan ini.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Kata Kemenkeu

Teller tengah menghitung mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Direktur Penyusunan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, penguatan rupiah ini tidak bisa dilihat secara jangka pendek.

Sebab, nominal mata uang Garuda ini diperkirakan terus bergerak seiring dengan gejolak ekonomi dunia.

"Rupiah ini kita kalau lihat APBN asumsi dalam satu tahun. Kita masih akan liat terus sampai akhir tahun itu, kira-kira rata rata berapa jadi kita tidak bisa mengatakan sekarang menguat terus seperti apa. Tapi kita akan pantau terus sampai nanti kira-kira akhir tahun seperti apa," kata dia saat ditemui di Jakarta, Jumat 1 Februari 2019.

Kunta mengatakan, secara dampak penguatan yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap penerimaan yang berasal dari sumber daya alam. Namun, di sisi lain subsidi justru akan mengalami penurunan.

"Jadi akan kita akan liat terus seperti apa (Rupiah) karena kita belum tau sampai akhir tahun seperti apa," imbuhnya.

Perlu diketahui, Kementerian Keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mematok asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sebesar 15.000 per USD. Angka ini meningkat dari Rencana APBN yang sebelumnya dipatok 14.400 per dolar AS.

"Kalau asumsinya masih Rp 15.000 umpama, tapi kemungkinan bisa saja lebih rendah kemungkinan akan lebih rendah," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya