Liputan6.com, Bangkok - Raja Thailand Maha Vajiralongkorn mengutuk pencalonan kakaknya, Putri Ubolratana sebagai perdana menteri, Jumat (8/2).
Ia mengecam upaya pencalonan itu sebagai hal yang bersifat "tidak pantas", serta "menentang budaya bangsa".
Langkah Putri Ubolratana untuk turut berkontestasi dalam pemilihan Maret mendatang, dianggap mematahkan tradisi kerajaan Thailand untuk tidak terlibat dalam politik.
"Meskipun dia telah melepaskan gelar kerajaannya secara tertulis, namun dia mempertahankan statusnya dan menjadikan dirinya sebagai anggota Dinasti Chakri," kata Raja Vajiralongkorn dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh seluruh jaringan TV Thailand, dikutip dari BBC News, Sabtu (9/2/2019).
Baca Juga
Advertisement
"Keterlibatan anggota keluarga kerajaan yang berpangkat tinggi dalam politik, dengan cara apapun, dianggap sebagai tindakan yang menentang tradisi, adat,dan budaya bangsa, dan karenanya dianggap tidak pantas," lanjutnya.
Sebelumnya, Putri Ubolratana membela diri melalui sebuah kiriman di instagran, terkait keputusan untuk mencalonkan diri sebagai perdana menteri.
Dalam kiriman itu, ia mengatakan telah melepaskan semua gelar kerajaannya dan sekarang hidup sebagai rakyat jelata. Dia juga menyatakan akan bekerja dengan segala ketulusan dan tekad demi kemakmuran rakyat Thailand.
Simak pula video berikut:
Berpotensi Gagalkan Pemimpin Kudeta
Pencalonan Putri Ubolratana sendiri disebut menjadi "drama politik". Keberadaannya dalam perpolitikan seolah memutar prediksi kuat dimana sebelumnya, pemimpin junta, Prayut Chan-o-cha dianggap akan berhasil dengan mulus menjadi perdana menteri.
Keberadaan putri yang didukung oleh Thaksin Shinawatra, miliarder yang sering memenangkan pemilu, disinyalir akan kuat dalam pentas politik Maret mendatang. Mengingat meskipun Thaksin dibenci oleh militer, namun klan itu dipuja oleh kaum miskin pedesaan, dikutip dari Channel News Asia. Thaksin telah menerapkan skema kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan, yang diapresiasi oleh rakyat kecil.
Thaksin sendiri digulingkan dalam kudeta 2006, untuk kemudian saudara perempuannya, Yingluck diusir dari kekuasaan dalam pengambilalihan oleh militer pada 2014.
Analis politik mengatakan bahwa intervensi Raja Thailand kemungkinan dapat menyebabkan komisi pemilihan umum mendiskualifikasi Ubolratana.
Sementara itu, Profesor Anusorn Unno dari Thammasat University mengatakan bahwa pencalonan putri juga belum tentu berarti awal dari sebuah demokrasi, meskipun berpotensi mengalahkan pemimpin junta.
"Saya tidak berpikir itu adalah kemenangan bagi rakyat, saya pikir ini adalah bagian dari adaptasi elit yang berkuasa dalam mengubah lanskap politik," tuturnya.
Advertisement