Liputan6.com, Gorontalo - Siang yang lengas. Saira (53) baru saja selesai membersihkan tanaman serai (Cymbopogon citratus) yang tumbuh di pinggir jalan dekat rumahnya. Sejurus berlalu, ia mengambil beberapa potong tanaman serai untuk dibawa pulang.
"Ini mau ditanam di rumah," kata Saira.
Saira merupakan salah seorang warga dari total 629 kepala keluarga di Desa Lupoyo, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo yang beberapa tahun terakhir aktif menanam serai. Di desa itu, tanaman serai memang begitu mudah dijumpai. Di halaman rumah hingga sepanjang jalan desa.
Baca Juga
Advertisement
Serai sangat membantu mengusir nyamuk. Sangat berguna di tengah musim merebaknya kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Gorontalo. Penyakit yang sejak awal 2019 juga mendera sejumlah daerah di Indonesia.
"Syukur tidak ada anggota keluarga yang terkena DBD," kata Saira.
Eldon Hilala (50), rekannya, juga melakukan hal yang sama. Ia memenuhi seluruh halaman rumah dengan tanaman serai. Bibit serai didapatkan dari pemberian para tetangga yang terlebih dahulu menanam.
"Warga desa sudah sadar kalau tanaman ini memang bisa mengusir nyamuk dan untuk terapi," ungkapnya.
Sebagai desa yang berada dekat dengan Danau Limboto, Desa Lupoyo memang memiliki angka penyakit berbasis lingkungan yang cukup tinggi. Sejak tahun 2013 hingga 2015, Desa Lupoyo menjadi wilayah endemik penyakit malaria, DBD, dan chikungunya.
Dinas Kesehatan setempat bersama pemerintah desa pun berembuk, mengatur strategi agar kesehatan warganya terlindungi dari nyamuk penyebab penyakit.
"Kita lantas berinovasi membentuk dasawisma beranggotakan perempuan sebagai juru pemantau jentik nyamuk," kata Femi Panigoro, inisiator penanaman serai di Lupoyo.
Penghasilan Tambahan Warga
Setelah terbentuk, Femi yang bertugas sebagai ketua Pokja IV Kesehatan Puskesmas Telaga Biru meminta agar para anggota dasawisma melakukan penanaman serai di sepanjang jalan desa untuk mengusir nyamuk penyebab penyakit.
Secara ilmiah, kata Femi, tanaman serai memiliki sari pati yang mengandung minyak, sehingga mengeluarkan bau yang tidak disukai nyamuk.
"Apalagi serai ini mudah tumbuh tanpa diberi perlakuan khusus," imbuhnya.
Gagasannya disambut baik warga yang secara swadaya mulai menanam serai di pekarangan rumah masing-masing. Mereka pun yakin cara itu bisa mengusir nyamuk dan mengurangi risiko terkena penyakit DBD.
"Warga saat ini sudah jarang pakai antinyamuk (buatan pabrik) karena sudah pakai serai di malam hari untuk mengusir nyamuk," jelasnya.
Hasilnya, sejak tahun 2017 tidak ada satu pun warga desa terkena penyakit DBD. Bahkan, secara umum di Kecamatan Telaga Biru dalam posisi aman kasus DBD. Padahal, sejak tahun 2013 hingga 2017, wilayah tersebut membukukan kasus kematian yang diakibatkan oleh DBD tiap tahunnya.
Di sisi lain serai yang ditanam warga untuk mengusir nyamuk ternyata memberikan keuntungan dari sisi ekonomi. Warga dari luar desa berdatangan untuk membeli serai setiap musim panen tiba.
Hasan Latif Kilo, sekretaris Desa Lupoyo, mengungkapkan pihaknya bahkan sempat kewalahan untuk memenuhi permintaan dari para pembeli. Seikat serai biasanya dijual dengan harga Rp7.000-8.000. Ia pun tidak menyangka tanaman serai itu bisa menjadi tambahan penghasilan para warga desanya.
"Ada pembeli bahkan menitip nomor di kantor desa, ada yang datang pakai mobil. Mau membeli serai katanya untuk keperluan ramuan obat dan makanan," dia menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement