Ternyata, Masa Pakai Busi Bisa Dilihat dari Jenisnya

Busi merupakan komponen yang berperan penting dalam proses pembakaran. Sehingga busi perlu diganti secara berkala. Namun, tak semua pemilik kendaraan memahami waktu yang tepat untuk mengganti komponen ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2019, 10:10 WIB
Busi motor

Liputan6.com, Jakarta - Busi merupakan komponen yang berperan penting dalam proses pembakaran. Sehingga busi perlu diganti secara berkala. Namun, tak semua pemilik kendaraan memahami waktu yang tepat untuk mengganti komponen ini.

OTO.com sempat berbincang dengan Diko Octavian selaku Technical Support PT NGK Busi Indonesia beberapa waktu lalu. Menurutnya, penggantian busi didasari dua faktor: kilometer pemakaian dan tingkat kerusakan. Kedua faktor itu saling berkaitan satu sama lain.

Bicara kilometer pemakaian, masa pakai busi tak sama dengan pelumas. Bila oli mesin terpengaruh oleh waktu, busi tidak mengalami perubahan sekalipun kendaraan didiamkan lama. NGK pun telah melakukan penelitian dengan menggunakan kendaraan yang beredar di Indonesia. Jarak pemakaian ternyata punya dampak berbeda-beda terhadap jenis busi yang digunakan.

Perlu diketahui, dewasa ini terdapat tiga jenis busi beredar; busi tanpa logam mulia, busi logam mulia tunggal, dan busi logam mulia ganda. Masing-masing mempunyai tingkat keausan bervariasi.

Sebelum masuk ke masa penggantian berdasarkan jenis busi, kita perlu memahami apa itu keausan. Kepala busi yang berada dalam ruang pembakaran dilengkapi dua elektroda, yaitu elektroda pusat dan elektroda ground. Dua ujung busi itu berfungsi menghasilkan percikan listrik untuk memulai proses pembakaran dalam blok silinder. Seiring pemakaian, celah antar-elektroda merenggang akibat terkikis (aus).

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

Pada umumnya, jarak elektroda busi standar motor 0,7-0,9 mm, sedangkan mobil 0,8-0,9 mm. Bila melebihi batas, sebagai contoh busi yang punya celah awal 0,8 mm kemudian melebar menjadi 1 mm, maka busi harus diganti. Soalnya lompatan arus lebih sulit terjadi. Semakin jauh jaraknya, suplai tegangan listrik yang dibutuhkan lebih besar. Bila dibiarkan, berbagai kendala bisa terjadi, seperti komponen kelistrikan rusak, idle mesin tak stabil, akselerasi turun, sulit distarter hingga konsumsi bahan bakar meningkat.

Nah, terkait jarak kilometer pemakaian, menurut Diko, batasnya merupakan titik mula elektroda mengalami perenggangan akibat terkikis proses pemercikan listrik. Busi tanpa logam mulia menjadi jenis yang memiliki kilometer terendah.

Busi ini sebenarnya sudah jarang digunakan di luar negeri. Lantaran material pembentuk kedua elektrodanya bukan logam mulia, melainkan nikel yang punya tingkat keausan tinggi. Apalagi disandingkan dengan mesin terkini yang berkompresi tinggi. Menurut Diko, waktu penggantian untuk jenis busi tanpa logam mulia tiap 6.000 km untuk sepeda motor, sedangkan kendaraan roda empat di angka 20.000 km.

“Angka kita dapatkan dari hasil pengujian busi standar kami ke semua merek kendaraan,” jelas Diko.

Situasi sama berlaku pada busi logam mulia tunggal. Busi jenis ini memiliki satu logam mulia (iridium atau platinum) di bagian elektroda pusatnya. Beberapa mobil telah mengusung busi logam mulia tunggal. Meski menurut Diko, penggunaannya kebanyakan dilakukan untuk keperluan modifikasi, guna mendongkrak performa mesin. Untuk kasus modifikasi, kilometer pemakaiannya bervariasi. Pasalnya, mobil yang dimodifikasi punya kondisi mesin berbeda-beda. Sehingga memengaruhi kinerja busi itu sendiri.

Namun, untuk mobil yang baru keluar dari pabrik, masa pakainya justru identik dengan busi tanpa logam mulia. Mengapa begitu? Diko memaparkan, busi logam mulia tunggal masih memiliki material nikel di dalamnya, atau tepatnya di elektroda ground. Meskipun elektroda pusat punya ketahanan lebih baik, tetapi tingkat keausan pada komponen di seberangnya masih sama seperti busi tanpa logam mulia.

“Jika ingin performa, iridium dan platinum lebih diutamakan. Kalau sekadar ganti regular pilih standar. Tapi perlu diingat, durabilitas logam mulia tunggal dan standar sama aja. Dalam hal bagian elektroda ground-nya yang pakai nikel,” paparnya.

Kasus berbeda dialami busi logam mulia ganda. Karena kedua elektrodanya menggunakan logam mulia. Maka masa pemakaiannya lebih lama dari kedua busi di atas. Jenis ini menurut data yang ditunjukkan NGK, biasanya ditemukan pada mobil di Indonesia. Sayangnya, untuk motor sangat jarang. Menurut Diko, busi logam mulia ganda lebih sering sering dipakai pada kendaraan roda dua bermesin besar dan performa tinggi, contohnya Suzuki Hayabusa dan Harley Davidson.

“Untuk logam mulia ganda, seperti Laser, penggantiannya lebih lama, setiap 100.000 km untuk mobil. Karena kedua elektroda ini cukup kuat menahan pengikisan,” terangnya.

Sumber: Oto.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya