Mengerikan, Udara di 4 Lokasi Ini Disinyalir Mengandung Racun Radioaktif

Berikut tempat-tempat yang disebut dikelilingi oleh zat radioaktif paling berbahaya di muka Bumi.

oleh Afra Augesti diperbarui 12 Feb 2019, 19:40 WIB
Ilustrasi nuklir di Swedia. (AFP)

Liputan6.com, New York - Bagi orang-orang yang sudah berpengalaman menjelajahi negara-negara di dunia ini, beberapa di antaranya berpendapat bahwa ada banyak tempat yang menakutkan, salah satunya adalah dugaaan adanya radioaktif di lokasi yang dikunjungi tersebut.

Ketika pelancong berkunjung ke sebuah eks situs pembuatan nuklir paling mematikan selama era Perang Dunia I atau Perang Dunia II, kebanyakan dari mereka khawatir bahwa radiasi residu masih dapat mempengaruhi lingkungan sekitar selama ratusan tahun, meski lokasi tersebut diklaim sudah 'dibersihkan' dan bebas dari radiokatif.

Ada banyak situs yang sangat menyeramkan dan berbahaya ini di muka Bumi ini, yang disiniyalir masih mengandung radioaktif berbahaya. Berikut 4 di antaranya, seperti dikutip dari List Verse, Selasa (12/2/2019).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


1. Situs Hanford

Plang penanda Situs Hanford. (Creative Commons)

Pada 1950-an, Amerika memasuki Era Atom (Atomic Age). Kala itu, sebuah situs nuklir telah didirikan sebelumnya di Hanford, Washington. Lokasi ini kemudian disebut sebagai "penentu masa depan Negeri Paman Sam".

Dioperasikan oleh pemerintah federal Amerika Serikat di Sungai Columbia, situs ini dikenal dengan banyak nama, termasuk Hanford Project, Hanford Works, Hanford Engineer Works and Hanford Nuclear Reservation.

Situs Hanfors dibangun pada tahun 1943 sebagai bagian dari Proyek Manhattan. Di dalamnya terdapat banyak Reaktor B, yaitu reaktor produksi plutonium skala penuh pertama di dunia.

Plutonium yang diproduksi di Situs Hanford digunakan dalam bom nuklir pertama, yang diuji di lokasi Trinity, dan Fat Man di Nagasaki, Jepang.

Selama Perang Dingin, proyek ini diperluas, mencakup sembilan reaktor nuklir dan lima kompleks pengolahan plutonium raksasa untuk lebih dari 60.000 senjata yang dibangun untuk gudang senjata nuklir AS.

Selama memasuki periode ini, teknologi nuklir menjadi primadona AS dan berkembang pesat. Para ilmuwan Hanford menghasilkan pencapaian teknologi yang besar.

Namun sayangnya, prosedur keselamatan dini dan praktik pembuangan limbah dianggap tidak memadai. Dokumen pemerintah telah mengkonfirmasi bahwa operasi Situs Hanford mengeluarkan sejumlah besar bahan radioaktif ke udara dan Sungai Columbia.

Karena itulah, pada akhir Perang Dingin, reaktor produksi senjata nuklir langsung dihentikan. Tetapi, pembangunannya telah meninggalkan 53 juta galon (200.000 meter kubik) limbah radioaktif tingkat tinggi, yang disimpan di dalam 177 tangki penyimpanan bawah tanah.

Selain itu, ada pula tambahan 25 juta kaki kubik (710.000 meter kubik) limbah radioaktif padat dan 200 mil persegi (520 km persegi) air tanah yang terkontaminasi limbah berbahaya tersebut.

Seiring berlalunya waktu, tempat penampungan bawah tanah tersebut retak dan memungkinkan zat radioaktif meresap ke dalam tanah.

The Atomic Energy Commission, badan yang mengawasi pembuatan bom nuklir, bahkan sampai turun tangan dengan mendirikan kantor untuk pengelolaan limbah, untuk mencegah penyebaran bahan radioaktif itu terkubur di mana-mana.

Akan terapi pada akhirnya, Situs Hanford dan daerah-daerah sekitarnya menjadi begitu jenuh karena dipenuhi oleh limbah radioaktif dan lumpur beracun yang aneh. Pada tahun 2007, situs Hanford mewakili dua pertiga dari tingkat radioaktif tingkat nasional, dan sekarang, Hanford adalah situs nuklir yang paling terkontaminasi di AS.

Proses pembersihan telah berlangsung selama beberapa dekade, menyebabkan masalah kesehatan bagi puluhan pekerja, dan penggelontoran anggaran negara senilai miliaran dolar AS, tetapi pabrik pengolahan yang dimaksudkan untuk menangani lumpur beracun ,asih belum terwujud.

Faktanya, samapai saat ini, daerah itu masih dianggap sangat berbahaya. Ketika pihak berwenang mulai menghancurkan pabrik penghasil plutonium itu pada tahun 2017, 42 pekerja dilaporkan terpapar partikel radioaktif.


2. Mailuu-Suu

Mailuu-Suu adalah kota pertambangan di wilayah Jalal-Abad, yang terletak di selatan Kyrgyzstan. (Public Domain)

Mailuu-Suu adalah kota pertambangan di wilayah Jalal-Abad, yang terletak di selatan Kyrgyzstan. Kota ini mengalami keterpurukan ekonomi sejak runtuhnya Uni Soviet.

Dari tahun 1946 sampai 1968, Zapadnyi Mining and Chemical Combine di Mailuu-Suu menambang dan memproses lebih dari 10.000 ton bijih uranium untuk program nuklir Soviet.

Kota ini adalah salah satu konsentrasi terbesar bahan radioaktif di bekas Asia Tengah Soviet (Soviet Central Asia). Karena daerah itu secara alami kaya akan uranium, Uni Soviet menambangnya sampai "akhir hayat negara ini", meski limbah beracun terkubur di hampir seluruh bawah tanah Mailuu-Suu.

Secara keseluruhan, sekitar dua juta meter kubik limbah radioaktif terletak di bawah kerikil dan beton yang ada di 23 lokasi pembuangan berbeda di sekitar Mailu-Suu.

Uni Soviet meninggalkan 23 lubang tailing (bahan yang tertinggal setelah pemisahan fraksi bijih besi) uranium yang tidak stabil di lereng bukit yang gampang rapuh secara tektonik.

Saat terjadi tanah longsor pada tahun 1958, 6.000 meter kubik (1.600.000 galon AS). Kemudian pada tahun 1994, longsor kembali melanda lokasi yang sama, memblokir Sungai Mailuu-Suu, dan merusak waduk limbah.

Sedangkan banjir yang disebabkan oleh tanah longsor itu, nyaris menenggelamkan lubang tailing pada tahun 2002.

Sayangnya, bencana alam ini membuat Mailu- Suu mengalami krisis pada saat ini dan di masa depan. Lokasi pembuangan limbah terletak amat dekat dengan sumber air, yang merupakan pasokan untuk dua juta orang di hilir.

Terlebih, daerah ini aktif secara tektonik dan sangat rentan tanah longsor. Contohnya pada tahun 1992, salah satu dari tanah longsor tersebut merusak sebuah tempat pembuangan sampah terbuka dan 1.000 meter kubik radioaktif tumpah ke sungai.

Mailuu-Suu ditemukan menjadi salah satu dari 10 situs paling tercemar di dunia, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2006 oleh Blacksmith Institute.


3. Fukushima

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima (AP)

Pada 11 Maret 2011, the Great East Japan Earthquake atau gempa besar Jepang Timur menggeser seluruh wilayah ke beberapa kaki ke arah timur dan memunculkan gelombang tsunami yang menyapu seluruh garis pantai negara itu.

Sebanyak 19.000 orang dilaporkan tewas dan pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima mengalami kerusakan parah. Awalnya, pabrik ini disebut mampu bertahan dari terjangan air laut dan semua reaktornya secara otomatis ditutup, sehingga tidak ada kerusakan berarti.

Namun faktanya, pembangkit itu tidak cukup menahan tsunami seperti yang diperkirakan semua orang. Tsunami tersebut telah menonaktifkan sistem pendingin dan pemantik daya untuk tiga reaktor.

Dalam tiga hari, inti ketiga reaktor tersebut mencair. Sementara itu, reaktor keempat mulai menunjukkan tanda-tanda masalah.

Pemerintah mengevakuasi sekitar 100.000 orang dari daerah sekitar Fukushima Dai-ichi dan terlibat dalam aksi untuk mendinginkan reaktor dengan air. Mereka tak ingin bahan radioaktif bocor ke lingkungan tempat tinggal mereka.

Karena situs tersebut hanya berjarak 100 meter dari laut dan berada di daerah yang rawan terhadap berbagai bencana alam, maka proses pembersihan pun tak berjalan mulus.

Radiasi di dalam pabrik sangat mematikan, sehingga tak seorang pun diperbolehkan memasuki fasilitas ini. Karena itulah, tidak ada seorang pun yang tahu persis di mana bahan bakar cair berada di dalam pabrik.

Para petugas kebersihan saat ini memetakan medan dengan robot pengukur radiasi, dan berharap bahwa robot itu pada akhirnya dapat menyegel dan mengambil zat radioaktif dari lokasi terkait.


4. Pabrik Uranium Church Rock

Tambang dan pabrik uranium United Nuclear di dalam Navajo Nation di Church Rock, New Mexico. (Public Domain)

Pada tahun 1979, tumpahan uranium di pabrik Church Rock (New Mexico) mengirim 1.100 ton tailing tambang uranium (tailing adalah produk sampingan limbah dari penambangan uranium) dan 94 juta galon limbah ke Sungai Puerco, menyebabkan kontaminasi sekitar 50 mil ke hilir.

Hingga hari ini, tumpahan Church Rock membuat kerusakan lingkungan yang sangat besar. Radioaktivitas ada di air, hewan, tumbuhan dan, akhirnya, populasi Suku Navajo di daerah itu (penduduk asli Amerika yang tinggal di Amerika Serikat barat daya). Mereka menderita peningkatan kemungkinan cacat lahir dan penyakit ginjal.

Tragedi itu terjadi karena salah satu bendungan yang menahan kolam pembuangan limbah dari pabrik United Nuclear Corporation, retak. Kemudian, korporasi itu sendiri dan berbagai inspektur federal dari negara bagian mencatat, batu yang dibangun di atasnya tidak stabil.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya