Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Iran mengklaim negaranya sebagai salah satu yang paling demokratis di dunia. Hal itu disampaikan oleh Duta Besar Iran untuk Indonesia, Valiollah Mohammadi, pada peringatan 40 tahun Revolusi Islam Iran, Senin 11 Februari 2019.
"Republik Islam Iran telah berdiri secara demokratis berdasarkan 98,88% suara rakyat yang menginginkan terciptanya demokrasi agama. Hari ini setelah 40 berjalan, kami dengan penuh percaya diri mengumumkan bahwa Iran ... negara paling stabil di Timur Tengah," kata Valiollah dalam pidatonya, yang bertempat di Hotel Indonesia Kempinski.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam perspektif kemajuan sosial, saya dengan segala bangga menyatakan bahwa Iran adalah salah satu negara paling demokratis di dunia," lanjutnya.
Valiollah mendasarkan klaimnya atas keberadaan berbagai macam etnis, agama, serta politik, yang disebut mampu untuk "hidup secara harmonis dan bebas dalam menyampaikan pendapat."
Duta Besar Iran itu menyebut beberapa kepercayaan yang dianut di dalam negeri, di antaranya Islam, Katolik, Protestan, Zoroastrianisme, dan Yahudi.
Menurut data dari lembaga Robert S Strauss Center for International Security and Law, Islam menjadi agama terbesar yang dianut oleh 90 persen warga negara Iran.
Dalam kesempatan yang sama, Valiollah menuturkan bahwa seluruh agama telah diberikan kesetaraan hak sosial dan benar-benar bebas dalam melaksanakan ritual serta upacara keagamaan.
Simak pula video berikut:
Hak Perempuan dalam Demokrasi Iran
Peringatan 40 Tahun Revolusi Islam Iran dirayakan secara beragam di media sosial. Sebagian besar mengucap syukur, dan beberapa mengingatkan negeri terkait kekurangan yang masih dimiliki.
Mengingat hak perempuan adalah salah satu pilar penting dalam demokrasi, sebuah unggahan di Instagram dari aktivis bernama Faranak Amidi (@faranak_amidi) menjadi sangat menarik.
Aktivis hak perempuan itu membagikan sebuah video yang berisi pidato Imam Khomeini.
"40 tahun lalu dalam video ini Khomeini pemimpin revolusi mengingatkan perempuan, apabila mereka berfikir mereka dapat mengenakan baju renang dan berenang di laut ... mereka akan dikuliti hidup-hidup. Sebuah ekspresi untuk menunjukkan hukuman yang tegas. Pilar utama rezim ini adalah segregasi gender dan diskriminasi. Itu doktrin dari negara. #40yearsofrevolution," tulisnya dalam Bahasa Parsi.
Kiriman itu telah dilihat oleh 66.475 pengguna dengan 743 komentar.
Menurut data Global Gender Gap dari World Economic Forum yang memelajari 145 negara dan mengurutkannya berdasar kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, politik, kekuasaan, dan ekonomi; Iran menempati peringkat 141. Pada laporan 2015, WEF melihat kesenjangan yang signifikan pada kesempatan politik dan ekonomi.
Sementara itu, menurut Minky Worden of Human Rights Watch, perempuan di Iran dianggap menghadapi diskriminasi di bidang hukum serta pembatasan hak-hak.
Meskipun demikian, pemerintah telah berusaha mengakomodasi hak politik perempuan. Pada 2017 lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani, menunjuk dua wakil presiden perempuan. Ia berusaha menjawab kritikan tajam terkait hak-hak perempuan dan perpoplitikan negara, khususnya dalam kabinet yang ia pimpin.
Dua orang perempuan tersebut adalah Masumeh Ebtekar yang mengisi posisi Wapres bidang keluarga dan urusan wanita. Satu orang lagi ialah Laya Joneydi sebagai Wapres urusan hukum.
Selain dua orang perempuan sebagai Wapres, posisi penting lain yaitu Asisten Presiden bidang Hak Sipil juga diduduki seorang perempuan, Shahindokht Mowlaverdi.
Advertisement