Faisal Basri: Rupiah Masih akan Bergejolak di Tahun Politik

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Rabu pekan ini.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Feb 2019, 13:17 WIB
Petugas mengecek lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Guna memenuhi kebutuhan uang tunai selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2018, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang kartal sebanyak Rp 193,9 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Faisal Basri mengatakan bahwa kestabilan nilai tukar rupiah masih akan menghadapi tantangan di tahun politik. Bahkan rupiah dinilai masih mengalami pelemahan di 2019 ini.

Faisal mengatakan, meski di awal tahun waktu rupiah sempat menguat ke level 13.000 per dolar AS, tetapi saat ini rupiah kembali ke 14.000 per dolar AS.

"Rupiah tidak menguat secara signifikan, masih akan naik turun. Secara psikologis dan historis rupiah masih akan melemah," ujar dia dalam Market Outlook 2019 Mandiri Manajemen Investasi di Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Tekanan terhadap rupiah masih bersumber dari defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah untuk menurunkan CAD agar rupiah bisa menguat dan stabil di 2019.

"Karena masih CAD, kalau current account ini defisit ya rupiah melemah. Karena CAD ini terdiri dari ekspor impor barang dan jasa. Nah kalau utang tidak setiap bulan. Jadi (penguatan) rupiah yang mengandalkan utang tidak akan sustainable. Tapi kalau mengandalkan CAD bisa sustain," kata dia.

Selain itu, meski ekspor dan impor merupakan kegiatan yang wajar dilakukan oleh sebuah negara, namun Indonesia harus bisa menekan impor khususnya untuk barang-barang yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri dan menggenjot ekspor nonmigas.

"Ekspor-impor sebetulnya suatu hal yang lumrah dilakukan oleh suatu negara. Kalau kita tidak bisa bikin suatu produk, ya terpaksa impor. Tapi kita juga harus jual produk kita ke pasar negara lain. Ini supaya seimbang," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Rupiah Hari Ini

Teller menunjukkan uang dolar dan rupiah di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Rabu pekan ini. Pernyataan Presiden AS Donald Trump menjadi pendorong penguatan rupiah. 

Mengutip Bloomberg, Rabu (13/2/2019), rupiah dibuka di angka 14.033 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.067 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus menguat hingga 14.018 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.014 per dolar AS hingga 14.036 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah menguat 2,55 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.027 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan paatokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.088 per dolar AS. 

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, pasar memberi respons positif terhadap potensi kesepakatan perdagangan AS-China dengan pernyataan Trump yang menginginkan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping. Padahal beberapa waktu lalu Presiden Trump memberi pernyataan sebaliknya.

"Rupiah akan menguat merespons euforia potensi kesepakatan dagang antara AS-China," ujar Lana dikutip dari antara.

Sebelumnya, pernyataan Trump yang menyebutkan pertemuannya dengan Xi Jinping kemungkinan besar dilakukan setelah 1 Maret 2019, yaitu tenggat waktu pelaksanaan tarif terhadap seluruh barang impor dari China, memberikan kekhawatiran terhadap pasar.

"Rupiah kemungkinan menguat ke level 14.000 per dolar AS sampai 14.050 per dolar AS," ujar Lana.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya