Liputan6.com, New York - Harga minyak naik dua persen setelah produsen utama Arab Saudi menyatakan akan memangkas ekspor minyak dan memberikan penurunan lebih dalam untuk produksinya.
Akan tetapi, membengkaknya persediaan minyak mentah AS membatasi reli harga minyak. Persediaan minyak AS naik pada pekan lalu ke level tertinggi sejak November 2017.
Ini seiring pemurnian dipangkas ke posisi terendah sejak Oktober 2017. Hal ini berdasarkan pernyataan the Energy Information Administration (EIA).
Baca Juga
Advertisement
Kenaikan terjadi meski impor turun ke posisi terendah. Hal ini seiring produksi minyak mentah domestik tetap pada posisi teratas untuk minggu kelima berturut-turut.
Harga minyak Brent naik USD 1,23 ke posisi USD 63,65 pada pukul 11.26 waktu setempat. Harga minyak global acuan tersebut sebelumnya sentuh posisi tertinggi ke posisi USD 63,98, kemudian penguatan terbatas usai rilis data.
Sementara itu, harga minyak AS naik USD 1,07 ke posisi USD 54,17 per barel. "Laporan cenderung tertekan. Pasar bertahan karena harapan kesepakatan perdagangan, dan indeks Dow Jones menguat," ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (!4/2/2019).
Namun, menurut Wakil Presiden Senior INTL FCStone, Tom Saal, laporan yang agak turun tidak banyak mengguncang sentimen pasar yang sangat positif.
"Ini sedikit turun. Namun, berita tentang Arab Saudi cukup signifikan sehingga pasar bereaksi terhadap hal itu lebih dari pada hal lainnya saat ini," kata Saal.
Pangkas Produksi Minyak
Pada Selasa pekan ini, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih menuturkan, produksi Arab Saudi akan turun di bawah 10 juta barel per hari pada Maret.
Ini lebih dari setengah juta di bawah target yang disepakati dalam kesepakatan antara OPEC dan sekutunya. Hal ini bertujuan untuk membatasi pasokan global.
The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) mengatakan telah memangkas produksi hampir 800 ribu barel per hari pada Januari menjadi 30,81 juta barel per hari. Arab Saudi pun bertanggung jawab atas sebagian besar pengurangan itu.
"Ini fakta kalau ekonomi dunia kehilangan momentum di tengah sejumlah besar risiko penurunan termasuk ketegangan perdagangan AS dan China yang masih berlangsung dan ketidakpastian politik," ujar PVM Oil Associates, Stephen Brennock.
Pembatasan AS di sektor energi Venezuela harus menghapus 300 ribu barel per hari dalam pasokan pada tahun ini. Hal itu berdasarkan Goldmand Sachs.
Harga minyak telah naik 20 persen sepanjang 2019. Akan tetapi, sebagian besar kenaikan itu terjadi pada awal Januari sebelum pengenaan sanksi AS terhadap sektor energi Venezuela.
Pasokan minyak global tetap dipasok dengan baik. Badan Energi Internasional mengatakan, kalau laporan pasar bulanan dan produksi masih harus melebihi permintaan pada 2019.
"Harga minyak tidak meningkat secara mengkhawatirkan karena pasar masih bekerja dari surplus yang dibangun pada paruh kedua 2018," tulis EIA.
"Dalam hal kuantitas, pada 2019, AS akan meningkatkan produksi minyak mentah lebih dari produksi Venezuela saat ini. Dalam hal kualitas, lebih rumit, masalah kualitas," ujar dia.
Produksi minyak mentah AS akan tumbuh 1,45 juta barel per hari pada 2019. Kemudian tahun depan sekitar 790 ribu barel sehingga mencapai 13 juta barel per hari pada 2020.
Adapun pertumbuhan yang dipimpin oleh produksi minyak AS telah membangun persediaan global untuk produksi minyak mentah dan olahan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement