Ini Komponen Penentu Tarif Ojek Online

Kemenhub menemukan pemikiran berbeda-beda di lima kota dari tahapan uji publik untuk aturan ojek online.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 14 Feb 2019, 09:45 WIB
Arus lalu lintas di sekitar kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Selain kurang pengawasan, tidak adanya sanksi tegas juga membuat PKL dan ojek online berani mangkal sembarangan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) yang sedang disusun terkait Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk kepentingan masyarakat telah sampai pada tahapan uji publik. 

"Dari 5 kota besar yang kami datangi, ini unik karena pemikiran di daerah berbeda-beda, bahkan terkadang berbeda dengan yang ada di pusat. Misalnya soal tarif, yang sampai sekarang selalu menjadi perbincangan hangat diantara pengemudi karena ingin ada kejelasan," tutur Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Budi Setiyadi dalam keterangan tertulis, Kamis (14/2/2019).

"Kami bersama Tim 10 telah melakukan penghitungan, ada 11 komponen yang menjadi pertimbangan dari biaya langsung dan biaya tak langsung,” ia menambahkan.

Biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan pengemudi saat menarik penumpang seperti bensin, oli, dan lainnya. Biaya tak langsung adalah biaya yang tidak langsung dikeluarkan saat itu. 

"Kami sudah mendapatkan angka yang ideal sebenarnya. Namun angka ini belum kami keluarkan dalam regulasi baru ini. Nantinya akan ada Surat Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Dirjen Hubdat atas nama Menteri Perhubungan untuk menjadi pedoman bagi pimpinan daerah untuk melakukan penghitungan tarif," kata Budi.

 


Soal Tarif

Arus lalu lintas di sekitar kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Keadaan ini mengganggu arus lalu lintas dan pejalan kaki. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Mengenai tarif atau yang sering disebut dalam regulasi mengenai ojek ini sebagai biaya jasa dalam RPM ini, belum ditentukan ke depannya apakah akan diterapkan satu tarif yang sama secara nasional atau menggunakan sistem zonasi seperti PM. 

"Nanti juga akan kita lihat apakah dengan tarif ojek ini, masyarakat masih punya daya beli atau tidak? Di satu sisi kami juga tetap dukung ketersediaan transportasi dengan transportasi massal, seperti Bus Rapid Trans (BRT) yang sudah beberapa kali kami berikan kepada pemerintah kabupaten/kota,” kata Budi.

Sementara itu, Ahmad Yani, Direktur Angkutan Jalan menyatakan untuk penentuan tarif ojek tersebut pihaknya tetap mengacu pada hasil riset mengenai tarif yang paling sesuai. 

"Kami juga menanti hasil riset dari Institute for Transformation Studies (Intrans) untuk menetapkan berapa sebenarnya tarif yang sesuai untuk diputuskan. Karena ada pengemudi dari daerah- daerah yang sudah merasa cukup dengan besaran tarif yang ditentukan, ada yang merasa kurang, sehignga diharapkan nantinya tarif yang ditetapkan bisa cukup untuk seluruh kesejahteraan pengemudi," ucap Ahmad Yani.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya