Liputan6.com, Jakarta Berhati-hatilah jika melihat iklan obat herbal atau layanan penyehat tradisional di media. Khususnya saat ini, pemasaran semacam ini banyak ditemukan di berbagai media seperti televisi, radio, internet, hingga media sosial.
"(Layanan semacam ini) tidak boleh beriklan. Kami sudah membuat tim pengawas iklan bersama biro komunikasi untuk obat-obat herbal, supaya tidak menyesatkan masyarakat," kata Direktur Kesehatan Tradisional Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Ina Rosalina di sela Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2019 di Tangerang Selatan, Banten. Ditulis Kamis (14/2/2019).
Advertisement
Ina mengatakan, produk seperti jamu biasanya sudah mendapatkan nomor registrasi. Namun, berbeda dengan pengobatan tradisional atau layanan herbal.
"Tidak boleh beriklan. Ini ada peraturannya di Permenkes 61 Tahun 2016 kemudian (nomor) 1787 tentang cara beriklan," imbuh Ina menegaskan.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Penyehat tradisional sebagai pendamping dokter
Ina sendiri menyatakan bahwa pihaknya bekerjasama dengan pihak biro komunikasi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPI Daerah, hingga Lembaga Sensor untuk mengawasi iklan-iklan terkait pelayanan kesehatan di media. Hal ini agar nantinya masyarakat tidak tersesat dengan apa yang ditawarkan di iklan tersebut.
"Kalau penyehat tradisional tidak boleh beriklan, digembar-gemborkan itu tidak boleh, tetapi, dia boleh memasang plang di depannya (tempat praktik), tapi tidak boleh woro-woro di media," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati menambahkan.
"Kami mendatangi sebatas menegur," imbuhnya.
Widyawati menambahkan, penyehat tradisional juga sebaiknya mendapat pendampingan dari Dinas Kesehatan. Hal tersebut agar mereka bisa berjalan bersama dengan pengobatan yang dilakukan oleh para dokter.
"Yang ingin saya sampaikan, herbal, tradisional, atau ramuan obat tradisional modern ini sebagai pencegahan untuk tidak sakit. Kita saat ini ada PIS-PK dan segala macam, kita bisa lho mengintervensi (dengan) ramuan di indikator PIS-PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga). Contohnya untuk meningkatkan ASI bisa lho dengan daun katuk, contohnya seperti itu. Tidak perlu pakai obat," kata Ina.
Advertisement