Kandidat Capres Diminta Tawarkan Program Pembangunan Sesuai RPJMN

Kedua Capres jangan hanya mengeluarkan program-program pembangunan yang bombastis saat beradu debat dan kampanye.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Feb 2019, 18:30 WIB
Capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin bersalaman dengan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno usai debat perdana Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Faisal Basri berharap kedua kandidat Calon Presiden (Capres) fokus untuk merealisasikan proyek pembangunan yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang telah disusun Bappenas. Hal ini agar pembangunan yang dilakukan dalam 5 tahun ke depan menjadi terarah.

‎Menurut dia, kedua Capres jangan hanya mengeluarkan program-program pembangunan yang bombastis saat beradu debat dan kampanye. Sebab, program pembangunan yang muncul tiba-tiba dan tidak sesuai dengan RPJMN justru kebanyakan tidak berjalan dengan baik.

"Harusnya proyek yang dibangun sesuai dengan apa yang telah disusun secara tertib oleh Bappenas. Hasilnya pasti bagus," ujar dia di Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Dia mencontohkan, proyek prestisius yang ingin dibangun pemerintah namun sebenarnya masuk dalam rencana sebelumnya yaitu kereta cepat Jakarta-Bandung. Saat ini proyek tersebut belum menunjukkan perkembangan.

Oleh sebab itu, lanjut Faisal, daripada kedua kandidat Capres beradu program infrastruktur yang muncul secara tiba-tiba, lebih baik menawarkan program pembangunan yang memang sudah masuk dalam RPJMN dan sudah dikaji kelayakannya. "Janji kampanye harus masuk dalam RPJMN, itu jadi acuan," tandas dia.

 


Bangun Infrastruktur, Kementerian PUPR Butuh Rp 402 Triliun

Pekerja melakukan proses pembangunan kontruksi jalur rel dwi ganda di Jakarta, Jumat (13/4). Penyelesaian proyek infrastruktur jalur DDT Manggarai- Cikarang ini ditargetkan lebih cepat dari target awal tahun 2022. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Salah satu kendala yang dihadapi pemerintah dalam membangun infrastruktur adalah financial gap atau keterbatasan anggaran.

Kepala Sub Bidang Penyiapan Kebijakan Investasi Infrastruktur, Direktorat Bina Investasi Infrastruktur kemeterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Putut Marhayudi mengungkapkan, pihaknya saat ini mengalami financial gap sebesar Rp 402 Triliun.

"Tantangan membangun infrastruktur atau solusi jalan keluar antisipasi anggaran. Karena kalau APBN APBD minded, sampai kiamat pun enggak akan tercapai," kata dia dalam sebuah acara diskusi di kawasan Kebayoran, Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Dia menjelaskan, dari 19 jenis infrastruktur hanya 6 jenis yang berada di bawah kewenangan Kementerian PUPR. Yaitu jalan, sumber daya air, perumahan, jalan, pengolahan limbah dan pengelolaan sampah.

"Dari 2015 ada keterbatasan anggaran sehingga di PU saja ada gap Rp 402 Triliun untuk mewujudkan target," ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan creative financing yaitu alternatif pola-pola pembiayaan sehingga dapat mewujudkan sebuah infrastruktur.

Beberapa pendanaan inovatif yang diterapkan dalam pembangunan infrastruktur diantaranya adalah investasi swasta, KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), serta penugasan khusus BUMN atau BUMD.

"Choice (pilihan) terakhir baru APBN dan APBD," dia menambahkan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya