Liputan6.com, Pekanbaru- Wasit sepakbola inisial AGP dilaporkan ke Polresta Pekanbaru karena diduga menganiaya pesepakbola Nurul Ilham Rezkianda. Pemain U-17 itu mengaku dipukul pada turnamen Singapura, Johor dan Riau (Sijori) yang digelar di Stadion Kaharuddin Nasution, Kecamatan Rumbai.
Paur Humas Polresta Pekanbaru Ipda Budhianda dikonfirmasi membenarkan laporan terhadap satu-satunya wasit asal Provinsi Riau pemegang lisensi FIFA sejak 2018 itu.
"Saat ini proses penyelidikan tengah berjalan," kata Budhi ditanyai terkait pengusutan AGP yang juga menjadi wasit di Liga I Indonesia, Kamis (14/2/2019).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Budhi, korban dan dua saksi dari menajemen Bantan FC telah dimintai keterangan oleh penyidik pada Rabu, 13 Februari 2019. Beberapa pertanyaan diajukan kepada korban yang mengalami luka di bagian di pelipisnya.
Terpisah, manager tim Adam Fauzi menjelaskan, insiden penganiayaan tersebut terjadi pada pekan pertama Februari 2019 saat Turnamen Sijori berlangsung.
Adam menceritakan, insiden pemukulan berawal ketika Bantan FC dari Bengkalis yang telah mengantongi empat poin memprotes dua tim lainnya karena terindikasi melakukan pengaturan skor. Kala itu, wasit AGP memang belum masuk ke lapangan tapi berada di tempat panitia.
Protes yang dilayangkan Adam ternyata membuat AGP berang. Bantan FC yang meninggalkan stadion sebagai bentuk protes lalu dikejar Agus serta dua offisial pertandingan lainnya hingga parkiran.
"Dengan kasar dia menyebut kami orang kampung. Bahkan, dia juga memukul pemain kami dengan tinju tangan kanannya hingga anak kami berdarah," ujarnya.
Tantang Dipolisikan
Tak sampai disitu, AGP juga menantang Bantan FC untuk melaporkannya ke Polisi.
"Kami langsung membuat laporan polisi. Awalnya ke Polda Riau namun kemudian diarahkan ke Polresta Pekanbaru. Anak kami juga sudah divisum," lanjut Adam.
Di sisi lain, Adam menilai turnamen ini sudah janggal sejak awal. Di antaranya adalah tidak ada aparat pengamanan saat pertandingan berlangsung, lalu penyelenggara juga tidak menyiapkan tim medis di turnamen yang awalnya disebut level Asia Tenggara itu.
Kejanggalan lainnya, sambung Adam, panitia dengan gampang mengubah jadwal pertandingan, bahkan saat turnamen sedang berjalan timnya diminta bermain dua kali, pagi dan sore.
"Kami nurut saja saat itu karena sudah jauh-jauh dari Bengkalis dengan dana pribadi agar anak-anak tetap ikut pertandingan. Namun sekarang tidak ada keadilan bagi tim, bagaimana mungkin sepakbola kita maju jika pada usia belia saja sudah terjadi kecurangan dan dipertontonkan aksi kekerasan," urai Adam.
Terpisah, AGP saat beberapa kali dicoba dikonfirmasi wartawan, baik melalui telepon ataupun pesan singkat, belum ada tanggapan.
Advertisement