Liputan6.com, Jakarta Jari-jari tangan sebelah kiri Paulus Manek berbeda dari orang pada umumnya. Mereka tidak bisa lagi lurus. Bukan karena kecacatan sejak lahir, namun ini karena pria 38 tahun itu sempat mengalami kusta di masa mudanya.
Paulus menceritakan, dirinya terkena kusta pada 1994. Awalnya, dia mengalami bercak-bercak putih, tidak berbulu, dan tidak berkeringat di tangannya. Dia mengira terkena panu biasa.
Advertisement
"94 saya tamat SMP (Sekolah Menengah Pertama), tahun 1996 saya baru berobat," kata pria asal Kupang yang saat ini menjadi Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta (PerMaTa) tersebut di Tangerang Selatan, Banten, belum lama ini.
Penyakit itu membuat sekolahnya tertunda. Paulus baru masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) di tahun 2001.
Paulus mengatakan, ketika dirinya pertama kali terkena kusta, dia mengakui bahwa keluarganya sempat membuangnya. Termasuk seluruh teman-temannya pergi meninggalkannya.
"Teman-teman sebaya, seumuran dengan saya, masa remaja saya hilang. Saya tidak pernah mengalami masa remaja karena setelah tamat SMP saya sudah kena kusta," kata Paulus dengan logat khas Indonesia timurnya.
Simak juga video menarik berikut ini:
Rasa Minder Sempat Menghantui
Rasa minder sempat menghampirinya. Terutama, ketika dirinya mengalami reaksi dari pengobatan yang dijalaninya selama dua tahun. Salah satu reaksinya yang dia "simpan" hingga saat ini adalah jari-jari di tangan kirinya tersebut.
"Saya mau keluar, lihat kondisi, saya minder. Apalagi masyarakat luar. Waktu itu yang bertahan dengan saya ada mama, bapak dengan adik kami-kami. Dua nona (perempuan), dua laki. Saya sulung. Tiga orang ikut bapak, saya dengan mama," kata Paulus.
"Itu surga di bawah telapak kaki ibu," kata Paulus berseloroh.
Advertisement
Mulai SMA di usia 24
Di tahun 1998, setelah pengobatan selama dua tahun, perlahan kondisinya mulai pulih. Dia sempat tinggal bersama seorang pastor di gereja hingga 2001 dan melanjutkan sekolah. Saat itu, beberapa orang juga membantunya untuk memulihkan kondisi tangan kanannya yang terkena reaksi kusta akibat pengobatan yang berefek pada sarafnya.
"Saya masuk sekolah umur 24. Saya ketua OSIS dari kelas satu sampai kelas tiga SMA," ungkapnya. Dia sendiri tamat sekolah di usia 27 dan akhirnya berhasil melanjutkan kuliah S1 hingga 2008.
Paulus mengatakan, setelah kuliah dirinya ingin mengabdikan hidupnya untuk orang-orang dengan kusta. Dia ingin mengajak agar orang-orang bisa mengubah stigma tentang kusta. Bagi Paulus, penyakit tersebutlah yang sesungguhnya bisa mengantarkannya ke hidupnya saat ini.
"Saya ingin melihat dengan perspektif yang positif, bukan yang negatif," tambahnya.
"Fokus saya sekarang bagaimana agar orang tidak merasakan apa yang dulu saya alami," kata Paulus.
Mengubah Stigma Masyarakat
Walaupun kusta bisa diobati, namun Paulus mengatakan bahwa di beberapa tempat, khususnya kota-kota besar, kusta masih dianggap sebagai kutukan. Stigma tersebut membuat orang-orang dengan kusta dijauhkan. Hal ini karena banyaknya referensi-referensi tentang kusta di masa lalu, yang menganggapnya sebagai penyakit atau hukuman dari Tuhan.
"Karena cerita-cerita masa lalu dan literatur-literatur, bahkan yang kita percaya, kita amin-kan. Itu beberapa sumber stigma yang terjadi," katanya.
"Jadi apa yang diketahui zaman dulu bahwa kusta itu kutukan akibat dosa-dosa orangtua, tidak benar. Kutukan tidak akan sembuh apalagi kutukan dari Tuhan. Tapi kami saksi hidup bahwa kusta disebabkan oleh kuman yang obatnya gratis di puskesmas, minum secara teratur, sembuh."
"Dan tangan saya ini," katanya sembari memperlihatkan jari-jari tangan kirinya, "ini bukan karena bakteri kusta masih ada di tubuh saya, tapi karena terlambat minum obat."
Paulus mengatakan, penularan kusta sendiri sebenarnya tidak mudah. Dalam pendidikan yang dia dapat soal penyakit itu, Organisasi Kesehatan Dunia menyampaikan bahwa kusta menular lewat pernapasan oleh bakteri.
"Tetapi dalam jangka waktu yang lama. Orang yang terinfeksi kusta itu yang belum minum obat dan tinggal lama dengan orang-orang di dalam rumah, memungkinkan untuk tertular kusta," ujarnya.
Selain itu, Paulus mengatakan bahwa sesungguhnya daya tahan tubuh manusia terhadap kusta sangatlah kebal. Dari 95 persen, Paulus mengatakan bahwa lima persennya bisa terinfeksi. Namun tiga persen bisa sembuh dengan sendirinya dan hanya dua persen yang benar-benar akan terinfeksi kusta.
"Sangat kecil. Jadi daya tahan tubuh kita kuat sekali terhadap kusta," kata Paulus.
Advertisement