Jangan Diskreditkan Petani Di Tengah Harga Jagung yang Menurun dan Panen Melimpah

"...jangan hanya mengutip dan menyebarkan berita yang tidak didukung oleh data lapangan."

oleh stella maris diperbarui 15 Feb 2019, 12:23 WIB
Hasil panen jagung para petani.

Liputan6.com, Jakarta Di beberapa bagian Indonesia panen jagung tengah berlangsung. Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan panen jagung yang melimpah itu menjadikan harga jagung saat ini mengalami penurunan.

Kepala Sub Direktorat Jagung dan Serealia Andi Saleh mengatakan, faktanya saat ini panen banyak terjadi di Tanah Karo, Simalungun, Lampung Timur, Gorontalo, Tanah Laut, Pandeglang, Grobogan, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Sragen, Wonogiri, Boyolali, Bone, Jeneponto, Bolaang Mongondo, dan Minahasa Selatan. 

"Harga mulai turun dari Rp5200-Rp5400 per kilogram menjadi Rp4300-Rp4700 per kilogram dengan kadar air 15%-17%," ungkap Andi Saleh saat dimintai keterangan, Jumat (15/2).

Lebih lanjut, Andi Saleh meminta Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian untuk turun ke wilayah sentra produksi, sehingga bisa melihat kondisi riil di lapangan. Andi menyebutkan ada ketimpangan distribusi antara wilayah sentra dan non sentra.

"Produksi jagung ada di seluruh Indonesia. Sementara konsumen jagung terbesar ada di Jawa, terutama di Jawa Timur. Selain itu perbaikan infrasturktur logistik yang sifatnya lintas sektoral bisa dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian," tegas Andi.

Sebelumnya, Deputi Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud menyebut adanya keterlambatan dari pihak pemerintah dalam mengantisipasi kekurangan jagung saat paceklik.

Pernyataan tersebut disesalkan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHPTP) Gatut Sumbogodjati. Menurut Gatut, pernyataan itu mendiskredit kerja para petani jagung yang sudah berproduksi maksimal, bahkan pada periode musim yang sering disebut paceklik.

"Kami minta Bu Musdhalifah jangan hanya mengutip dan menyebarkan berita yang tidak didukung oleh data lapangan. Kami khawatir pernyataan beliau dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang mendukung impor. Kebijakan impor dikala panen seperti ini bisa menyakiti petani," seru Gatut.

Dalam pernyataannya, Mushdalifah turut menyebutkan bahwa harga jagung pipilan sudah menyentuh harga Rp6200 per kilogram. Data ini dibantah oleh Gatut.

"Harga jagung Rp 6.200 per kg karena harga itu tidak pernah terjadi dan tidak pernah dinikmati oleh petani. Kami belum pernah temukan di lapangan. Pabrik pakan pun belum pernah menjual harga jagung pipilan kering Rp 6.200 per kg," jelas Gatut.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Serealia Bambang Sugiharto meminta semua elemen pemerintah untuk mewujudkan cita-cita pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, untuk mewujudkan swasembada pangan.

"Pernyataan yang mendukung impor jagung tentunya tidak sesuai dengan nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Bisa berkaca pada impor beras yang sudah dilakukan pada 2018. Buktinya harga beras pada 2019 tetap naik dan beras impor menumpuk di gudang impor. Apakah tidak jera dengan fakta ini dan fenomena kedelai sehingga akan diberlakukan untuk jagung?" ujar Bambang.

Menyoroti pernyataan Mushdalifah, Bambang meminta para pejabat untuk berbicara lebih akurat, cermat dan tidak menimbulkan spekulasi serta mendistorsi pasar. "Ada pihak-pihak yang bisa tersakiti," ungkapnya.

Lebih lanjut, Bambang meminta Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan audit investigasi terhadap peternak layer yang selama ini berteriak kekurangan jagung. Bambang mencurigai bahwa peternak yang berteriak selama ini adalah peternak besar.

"Ada indikasi bahwa yang berteriak selama ini adalah peternak besar yang usahanya dibagi-bagi ke peternak kecil sehingga selalu menuntut bermacam fasilitas dari pemerintah. Kementan selalu berkomitmen untuk selalu menjembatani kebutuhan petani maupun peternak. Tapi kalau berteriak untuk selalu menuntut fasilitas dari pemerintah , apalagi dengan menbonceng situasi politik jelang pemilu, ini perilaku tidak terpuji,,"ucap Bambang.

 

 

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya