Geliat Prostitusi Legendaris Karpet Hijau di Jember

Dulu pada tahun 1985 di lokasi prostitusi Karpet Hijau, dengan tarif berkisar 500 rupiah hingga 1.000 rupiah, sudah bisa tidur bersama PSK di alam terbuka.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 16 Feb 2019, 01:01 WIB
Geliat prostitusi legendaris Karpet Hijau di Jember sejak tahun 1985. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jember - Berawal dari informasi dari grup WhatsApp Lajnah Pembinaan Akhlaq Islami (LPAI) Jember Jawa Timur yang berisi para ulama, kiai, umara, Polres Jember menggerebek lokasi prostitusi. Tempat tersebut, ternyata warung kecil yang berada di Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Wirolegi, Kecamatan Sumber Sari, Kabupaten Jember.

Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan enam orang, terdiri dari dua muncikari dan empat PSK, satu di antaranya ditangkap saat sedang melayani lelaki hidung belang di warung, yang hanya dibatasi sekat anyaman bambu.

Dari hasil penyidikan, kedua orang yang diduga sebagai muncikari, yaitu DM (32) pemilik warung, asal Jalan Sumatera Sumbersari dan M (48) pemilik warung, warga Jalan Moh Yasin Wirolegi, langsung ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan, empat PSK lainnya, dijadikan sebagai saksi.

"Setelah mendapatkan informasi tersebut, kami langsung menerjunkan aggota ke TKP, dan langsung melakukan razia. namun saat itu (Selasa malam, 12 Februari 2019) tidak menemukan barang bukti dan tidak ditemukan unsur pidananya," tutur Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo, Jumat (15/2/2019).

"Selanjutnya kita terus melakukan penyelidikan dan dalam hitungan satu kali dua puluh empat jam, kita berhasil membongkar kegiatan prostitusi di dua warung tersebut," dia menambahkan.

Menurut Kusworo, empat PSK yang diamankan dari warung itu usianya antara 27-37 tahun. Mereka memasang tarif antara Rp 85 ribu hingga Rp 120 ribu. Hasilnya akan dibagi dengan pemilik warung.

"Atas perbuatan tersebut, maka pemilik warung langsung ditetapkan sebagai tersangka, dijerat dengan pasal 296 KUHP, junto 506, karena menyediakan tempat yang mempermudah perbuatan cabul dan mendapatkan keuntungan postitusi dari tindak pidana pelacuran yang dianggap sebagai mucikari, maka diancaman kurungan 1 tahun 4 bulan," ucap Kusworo.

Sementara itu, ustaz Abu Bakar memberikan apresiasi kepada Polres Jember, khususnya kepada Kapolres Jember, karena telah menangani keresahan masyarakat dengan cepat, sehingga pelakunya tertangkap.

"Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Kapolres beserta jajarannya yang telah berhasil membongkar praktik prostitusi dalam hitungan satu kali dua puluh empat jam," tuturnya.

Dia juga menjelaskan, praktik prostitusi tersebut sudah ada sejak lama sekitar tahun 1985. "Sudah sering dirazia polisi atau satpol PP, namun beberapa hari lagi muncul kembali," ujar Abu Bakar.


Sewa PSK dengan Tarif Rp500

Geliat prostitusi legendaris Karpet Hijau di Jember sejak tahun 1985. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Praktik prostitusi tertua di tempat tersebut, lanjut Abu Bakar, dikenal dengan nama Karpet Hijau, karena prostitusi dilakukan di rerumputan, pematang sawah, atau semak-semak pinggir aliran irigasi. Tak jarang para petani, yang sedang mengairi sawah menjumpai anak muda dan orangtua, melampiaskan nafsunya di pinggir sungai.

Hal senada disampaikan Saleh (65) warga sekitar TKP. Dia menjelaskan tempat tersebut, sudah sangat terkenal dan sudah ada sejak 1985. Pelanggannya datang dari berbagai kalangan mulai dari kalangan muda seusia SMP hingga para sopir truk. Apalagi prostitusi yang dilakukan di alam terbuka ini dikenal sangat murah.

"Dulu di tahun 1985 tarifnya berkisar 500 rupiah hingga 1.000 rupiah, sudah bisa tidur dengan PSK di alam terbuka. Bahkan, sekarang PSK di alam terbuka ini, masih berkisar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu," ucap Saleh.

Prostitusi Karpet Hijau ini, biasanya buka pada malam hari saja, setelah Magrib. Kalau malam Minggu, biasanya ramai cangkruan terutama kalangan anak muda, seusia SMP dan SMA.

Tempat prostitusinya di selatan jalan, perbatasan Kecamatan Pakusari dan Kecamatan Sumbersari. Jika sudah terjadi transaksi, maka si PSK langsung berangkat ke selatan jalan, sambil membawa koran atau plastik, sebagai alas tidur.

Saleh juga menjelaskan, dulu tempat tersebut, juga dikenal dengan prostitusi Dolog, karena dekat dengan gudang dolog, yang terlihat sepi dan menyeramkan. Namun seiring dengan terkenalnya tempat prostitusi murah ini, mulai banyak pelaku usaha warung berdatangan.

Saat ini, tempat tersebut sudah ramai dan terang-benderang. Situasi ini, ternyata dijadikan peluang bagi pemilik warung untuk membuka praktik esek-esek di warungnya. Mereka menyediakan tempat persis di belakang warung.

"Kalau yang sudah diwarung tarifnya lebih mahal, antara 80 ribu hingga 120 ribu rupiah," katanya.

Kadang di tempat tersebut, hanya dijadikan tempat mangkal saja. Jika sudah terjadi kesepakatan, mereka kemudian dibawa ke hotel. Sedangkan, salah satu tersangka, M, saat diinterogasi mengaku baru dua tahun membuka praktik prostitusi tersebut. Ia mengaku akan bertobat dan berhenti menjadi muncikari.

"Saya akan membongkar sendiri, tempat tersebut," ujar M saat diinterogasi Kapolres Jember, AKBP Kusworo Wibowo.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya