Liputan6.com, Washington DC - Presiden Donald Trump telah mengumumkan keadaan darurat nasional (state of emergency) di Amerika Serikat pada Jumat 15 Februari 2019 waktu lokal.
Pengumuman itu merupakan cara bagi Trump untuk 'melangkahi' Kongres AS (dewan legislatif) agar ia tetap mendapatkan dana pembangunan tembok di perbatasan AS - Meksiko di selatan --sebuah janji utama kampanye pilpresnya, demikian seperti dikutip dari Vox, Sabtu (16/2/2019).
Namun, pengamat politik di Amerika juga telah menyebut bahwa keputusan darurat nasional akan menimbulkan implikasi konstitusional.
Polemik tentang anggaran pembangunan tembok telah menjadi topik kekisruhan utama antara pemerintah dan legislatif di AS. Hal itu pula-lah yang menyebabkan Presiden Trump memberlakukan penutupan pemerintahan parsial (government shutdown) terpanjang dalam sejarah AS pada akhir Desember 2018 - akhir Januari 2019.
Baca Juga
Advertisement
Shutdown memang sudah tak akan lagi berlangsung, ketika Kongres Amerika Serikat (DPR dan DPD), pada Kamis 14 Februari 2019, telah meloloskan undang-undang untuk menghindari penutupan pemerintahan parsial jilid dua dengan menyetujui anggaran operasional badan-badan pemerintahan AS hingga 30 September 2019. Trump pun telah menandatanganinya.
Namun, undang-undang itu tidak meloloskan penuh anggaran pembangunan tembok di perbatasan AS - Meksiko senilai US$ 5,7 miliar yang diinginkan Trump. Kongres AS hanya menyetujui seperempatnya atau sekitar US$ 1,37 miliar untuk pembangunan tembok tersebut.
Donald Trump telah mengatakan "tidak senang" dengan pengalokasian dana yang diatur Kongres.
Tak ingin program tembok kembali terhambat legislatif, 'sang miliarder nyentrik' akhirnya mengumumkan darurat nasional guna mendapatkan anggaran temboknya dari kantung pendanaan alternatif tanpa perlu 'restu' dari legislatif.
Apa yang Dikatakan Trump Saat Mengumumkan Darurat Nasional?
"Kita akan menghadapi krisis keamanan nasional di perbatasan selatan kita, dan kita akan melakukannya, dengan satu atau lain cara, kita harus melakukannya," kata Trump dalam pidato pengumuman keadaan darurat nasional AS di Gedung Putih pada Jumat 15 Februari 2019.
Trump akan mencoba mengumpulkan dana dari sejumlah area dan mengarahkannya ke arah pembangunan dinding perbatasan AS - Meksiko.
Pejabat Gedung Putih telah mengatakan bahwa presiden akan mengarahkan sekitar US$ 600 juta dari Treasury Forfeiture Fund, sebuah rekening yang didanai oleh uang yang disita oleh pemerintah AS; US$ 2,5 miliar dari hasil pemberantasan obat-obatan terlarang yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan; dan US$ 3,6 miliar dari rekening konstruksi militer lainnya.
Trump menambahkan bahwa ia tidak akan mengambil dana dari bantuan bencana.
"Saya sebetulnya tidak perlu melakukan ini," kata Trump pada hari Jumat. "Tapi aku lebih suka melakukannya lebih cepat."
Bahwa Donald Trump akhirnya memutuskan untuk mendeklarasikan keadaan darurat tidak sepenuhnya mengejutkan - dia telah memberi sinyal atas gagasan itu selama beberapa pekan terakhir.
Simak video pilihan berikut:
Tak Mau Mengakui Kekalahan?
Berbagai analis menggambarkan keputusan Presiden Trump untuk mendeklarasikan keadaan darurat nasional guna mencari anggaran pembangunan tembok sebagai 'sikap orang yang tak mengakui kekalahannya', demikian seperti dikutip dari Vox.
Selain itu, ada beberapa perdebatan tentang apakah Trump memang dapat menyatakan keadaan darurat di perbatasan mengingat sebenarnya tidak ada satu pun masalah. Namun jawabannya, setidaknya pada awalnya, tampaknya dia bisa.
Pemimpin Mayoritas Senat AS (DPD) Mitch McConnell dari Partai Republik mengatakan di sidang Senat pada bahwa ia akan mendukung deklarasi darurat.
Undang-undang tahun 1976 memberi presiden wewenang untuk menyatakan keadaan darurat nasional dalam batasan-batasan tertentu, terlepas dari apakah ada keadaan darurat yang sebenarnya.
Banyak presiden telah menyatakan keadaan darurat nasional, termasuk George W Bush setelah 9/11 dan Barack Obama selama wabah flu babi pada 2009. Sebelum deklarasi Trump, ada 31 keadaan darurat nasional yang aktif di Amerika Serikat --menandai yang ke-32 kali deklarasi itu diumumkan.
Dalam sejarah baru-baru ini, presiden telah mengumumkan keadaan darurat nasional di bawah Undang-Undang Keadaan Darurat Nasional tahun 1976, yang memungkinkan mereka mengeluarkan deklarasi darurat di bawah kendala tertentu. Pada dasarnya, Trump hanya dapat menggunakan kekuatan spesifik yang telah dikodifikasikan oleh Kongres dalam hukum, dan ia harus mengatakan kekuatan mana yang ia gunakan.
Undang-undang 1976 sebenarnya dimaksudkan untuk mengekang kekuasaan presiden dan menempatkan beberapa pagar di sekitar bagaimana presiden menyatakan keadaan darurat nasional. Tapi, undang-undang itu tidak mendefinisikan apa yang dianggap sebagai keadaan darurat dan apa yang tidak.
"Dia memiliki kelonggaran luas untuk menyatakan keadaan darurat, terus terang, apakah ada atau tidak," Elizabeth Goitein, co-direktur Program Kebebasan dan Keamanan Nasional di Brennan Center for Justice, yang baru-baru ini menulis sebuah penjelajahan mendalam tentang penggunaan kuasa kepresidenan dalam menetapkan keadaan kekuatan darurat.
Trump pada hari Jumat membela keputusannya dengan mencatat bahwa presiden lain telah menyatakan keadaan darurat di masa lalu. "Sudah ditandatangani berkali-kali sebelumnya," dan "jarang ada masalah," katanya.
Ia mengatakan para pendahulunya telah menyatakan keadaan darurat nasional untuk "hal-hal yang jauh kurang penting dalam beberapa kasus."
Advertisement
Akan Ada Implikasi Hukum Konstitusional?
Meskipun Trump khawatir tentang masuknya imigran ilegal dan teroris berbahaya di perbatasan AS-Meksiko, sebenarnya tidak ada krisis seperti itu. Tidak ada perubahan signifikan dalam situasi dalam beberapa hari atau pekan terakhir ini yang tiba-tiba membuat tindakan segera diperlukan.
Selain itu, Trump sempat memiliki dua tahun Kongres yang sepenuhnya dikontrol oleh Republik untuk melakukan sesuatu tentang imigrasi. Sekarang setelah salah satu majelis di Kongres --House of Representatives (DPR)-- kini dikontrol Demokrat, dia tiba-tiba mengatakan ada keadaan darurat.
Trump kemungkinan juga akan menghadapi tantangan di pengadilan. Dia juga bisa melihat dorongan balik dari Kongres, yang bisa mengeluarkan resolusi bersama untuk mengesampingkan deklarasi. Tetapi Trump harus menandatangani resolusi, jadi untuk menimpanya, Kongres akan membutuhkan mayoritas dua pertiga di kedua majelis (DPR dan DPD).