Data Soal Produksi Beras dan Jagung Dinilai Memuaskan

anggota Komisi IV DPR RI I Made Urip menampik tudingan bahwa pada masa pemerintahan Joko Widodo terjadi kesemrawutan data pertanian subsektor beras.

oleh Muhammad Ali diperbarui 16 Feb 2019, 23:49 WIB
Bulog tak perlu melakukan operasi pasar beras. Karena jika stok beras di pasar berlebih, akan beresiko bagi petani.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai telah cukup berhasil membenahi tata kelola informasi produksi pertanian dibandingkan era sebelumnya.

Demikian dikemukakan anggota Komisi IV DPR RI I Made Urip, Sabtu (16/8/2019).

Urip menuturkan, penataan informasi pertanian itu terbukti dengan ketegasan Presiden Joko Widodo mengembalikan segala sumber datanya kepada Badan Pusat Statistik (BPS).

"Misalnya data beras, kan tetap stoknya lebih. Perbedaannya kan cuma hitungan kuantitasnya sebelum disampaikan resmi oleh BPS," ucap Urip.

Menurut Urip, kalaupun terjadi selisih akurasi jumlah ketersediaan beras nasional, lebih kepada aspek teknis menyangkut metodologi perhitungan di lapangan saja.

Namun untuk yang pembahasan substantif terkait ketersediaan serta hasil produksinya, secara nyata telah terbukti memuaskan dengan surplus beras di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Yang terjadi kan sudah lama sebelum pemerintahan Joko Widodo banyak data, ternasuk pertanian, tidak terungkap jelas. Justru sekarang kita semua tahu," ujar Urip.

Oleh sebab itu, Urip menampik tudingan bahwa pada masa pemerintahan Joko Widodo terjadi kesemrawutan data pertanian subsektor beras.

"Pikiran keliru kalau mengatakan data pertanian, seperti beras, tidak akurat. Sekarang kan justru semua transparansi informasi datanya," kata Urip.

Sedangkan Dekan Fakultas Pertanian IPB Suwardi menyoroti mengenai pembahasan impor jagung yang menjadi polemik beberapa waktu lalu.

Suwardi mengungkapkan, data produksi jagung memang menunjukkan surplus. Kendati begitu, bukan jaminan bahwa surplusnya stok jagung mampu memenuhi segala kebutuhan konsumsi nasional.

 


Kendala Distribusi

Beras Bulog. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dia berpendapat, ada faktor distribusi yang dapat saja menjadi kendala. Sedangkan kebutuhan jagung, misalnya untuk pakan ternak, memerlukan kuota amat besar dan cepat.

"Distribusi memerlukan waktu dan juga harga mungkin lebih mahal dari pada impor. Ini kebutuhan khusus yang mungkin perlu impor. Jadi impor untuk tujuan tertentu bisa diperlukan supaya industrinya baik," kata Suwardi.

Sementara itu, pengamat ekonomi pertanian IPB Adi Hadianto beranggapan, impor pangan strategis seperti beras dan jagung dapat saja merupakan cara harus dilakukan pemerintah untuk memenuhi permintaan ketika pasokan dalam negeri tidak cukup. 

Sebelumnya, calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan pasangannya Sandiaga Uno mulai kerap mengkritik pemerintahan Joko Widodo jelang debat calon Presiden kedua tanggal 17 Februari yang membahas energi, pangan, infrastruktur, SDA dan lingkungan.

Untuk sektor pertanian, Prabowo dan Sandiaga mengatakan bahwa pemerintah tak mempunyai data akurat sehingga gemar impor pangan, seperti beras dan jagung yang padahal disebutkan surplus.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya