Emmanuel Macron Kecam Pelecehan Anti-Semit oleh Aksi Rompi Kuning di Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengecam pelecehan anti-semit yang dilakukan oleh demonstran rompi kuning.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 17 Feb 2019, 15:02 WIB
Massa gerakan rompi kuning di Paris Prancis pada 12 Januari 2019 waktu lokal (AFP)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Prancis Emmanuel Macron mengutuk pelecehan anti-Semit, yang diarahkan pada seorang intelektual terkemuka, oleh sekelompok demonstran "rompi kuning" di Paris.

Polisi datang untuk melindungi filsuf Alain Finkielkraut, setelah ia dibombardir dengan hinaan dan ejekan anti-Yahudi di ibu kota Prancis.

Dikutip dari BBC pada Minggu (17/2/2019), Macron mengatakan insiden itu adalah "gangguan terhadap pestaruan Prancis", dan sangat tidak bisa ditoleransi.

Akademisi Yahudi berusia 69 tahun itu mengatakan kepada surat kabar Le Parisien bahwa ia mendengar orang-orang meneriakkan "Zionis kotor" dan "menceburkan diri ke kanal" (dalam bahasa Prancis).

Turut mengatakan kepada surat kabar Journal du Dimanche, Finkielkraut, merasa ada "kebencian mutlak" diarahkan kepadanya. Dia khawatir akan keselamatannya jika polisi tidak ada di sana, meskipun diakuinya tidak semua pengunjuk rasa bersikap agresif.

Finkielkraut, putra imigran Polandia, sebelumnya menyatakan simpati kepada para demonstran, tetapi juga menyuarakan kritik terhadap gerakan tersebut, yang dinilainya semakin brutal.

Dia mengatakan bahwa Presiden Macron telah berbicara dengannya melalui telepon pada hari Sabtu, untuk menyampaikan dukungan.

Sementara itu, puluhan ribu orang ambil bagian dalam protes anti-pemerintah Prancis yang digelar pada hari Sabtu.

Polisi menggunakan gas air mata untuk mengendalikan massa ketika demonstran "rompi kuning" turun ke jalan-jalan di seluruh Prancis selama 14 pekan berturut-turut.

 

Simak viceo pilihan berikut: 

 


Protes Meluas Jadi Anti-Pemerintahan Macron

Unjuk rasa kelompok Rompi Kuning kembali terjadi di Prancis, memicu seranagn terhadap kantor-kantor pemerintahan (AFP/Abdul Abeissa)

Protes "rompi kuning" dimulai pada pertengahan November lalu, berupa kritik terhadap naiknya pajak bahan bakar.

Namun, aksi protes tersebut justru meluas menjadi pemberontakan terhadap pemerintahan Emmanuel Macron, yang dinilai tidak benar-benar membela rakyat biasa.

Protes sering berubah menjadi kekerasan, menyebabkan kerusakan, termasuk beberapa monumen paling terkenal di Paris.

Di lain pihak, para kritikus juga menuduh polisi menggunakan kekuatan yang tidak proporsional.

Jumlah pengunjuk rasa yang turun ke jalan-jalan di Perancis secara bertahap telah menurun, tetapi puluhan ribu polisi terus dikerahkan untuk mengawal unjuk rasa, yang terjadi hampir setiap pekan di seluruh wilayah negara itu.

Sementara itu, kementerian dalam negeri Prancis mengatakan sebanyak 41.500 orang ambil bagian dalam protes di seluruh negara itu pada Sabtu, termasuk sekitar 5.000 orang di Paris.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya